Rabu, 03 April 2013

Kelarutan sebagai Fungsi Suhu

            Yang dimaksud dengan kelautan dari suatu zat dalam suatu pelarut adalah banyaknya suatu zat yang dapat larut secara maksimum dalam suatu pelarut pada kondisi tertentu. Biasanya dinyatakan dalam satuan mol/ liter. Jadi bila batas kelarutan tercapai, maka zat yang dilarutkan itu dalam batas kesetimbangan, artinya bila zat terlarut ditambah, maka akan terjadi larutan yang belum jenuh. Dan kesetimbangan tergantung pada suhu pelarutan.
 (Hoedijono, 1990).
       Dua komponen dalam larutan adalah solute dan solvent. Solute adalah substansi yang terlarut. Sedangkan solvent adalah substansi yang melarutkan, contoh sebuah larutan NaCl. NaCl adalah solute dan air adalah solvent. Dari ketiga materi, padat, cair dan gas, sangat dimungkinkan untuk memiliki semblan tipe larutan yang berbeda: padat dalam padat, padat dalam cairan, padat dalam gas, cairan dalam cairan, dan sebagainya. Dari berbagai macam tipe ini larutan yang lazim kita kenal adalah padatan dalam cairan, cairan dalam cairan, gas dalam cairan, dan gas dalam gas.
 (Yazid. Estien, 2005)
Pada larutan jenuh terjadi kesetimbangan antara zat terlarut dalam larutan dan zat yang tidak terlarut. Dalam kesetimbangan ini kecepatan melarut sama dengan kecepatan mengendap, yang berarti konsentrasi zat dalam larutan akan selalu tetap. Proses kesetimbangan ini akan bergeser apabila dilakukan suatu perubahan yang dikenakan pada sistem tersebut (Supeno, 2006.). Larutan jenuh merupakan larutan dimana zat terlarutnya (molekul atau ion) telah maksimum pada suhu tertentu. Untuk zat elektrolit yang sukar larut, larutan jenuhnya dicirikan oleh nilai Ksp. Nilai Ksp pada suhu 250 C telah di daftar. Jika larutan mengandung zat terlarutnya melebihi jumlah maksimum kelarutannya pada suhu tertentu, maka dikatakan bahwa larutan telah lewat jenuh.
 (Mulyono,2005)
            Suatu substansi dapat dikelompokkan sangat mudah larut, dapat larut (Moderately Soluble), sedikit larut (Slightly Soluble), dan tidak dapat larut. Beberapa variabel, misalnya ukuran ion-ion, muatan dari ion-ion, interaksi  atara ion-ion, interaksi antara solute dan solvent, temperature, mempengaruhi kelarutan. Kelarutan dari solute relatif mudah diukur melalui percobaan. Beberapa faktor yang berhubungan dengan kelarutan antara lain:
1.    Sifat alami dari solute dan solvent
Substansi polar cenderung lebih miscible atau soluble dengan substansi polar lainnya. Substansi non polar cenderung untuk miscible dengan substansi nonpolar lainnya, dan tidak miscible dengan substansi polar lainnya.
2.      Efek dari temperature terhadap kelarutan
Kebanyakan zat terlarut mempunyai kelarutan yang terbatas pada sejumlah solvent tertentu dan pada temperatur tertentu pula. Temperature dari solvent memiliki efek yang besar dari zat yang telah larut. Untuk kebanyakan padatan yang terlarut pada liquid, kenaikkan temperatur akan berdampak pada kenaikkan kelarutan (Solubilitas).
3.      Efek tekanan pada kelarutan
Perubahan kecil dalam tekanan memiliki efek yang kecil pada kelarutan dari padatan dalam cairan tetapi memiliki efek yang besar pada kelarutan gas dalam cairan. Kelaruatn gas dalam cairan berbanding langsung pada tekanan dari gas  diatas larutan. Sehingga sejumlah gas yang terlarut dalam larutan akan menjadi dua kali lipat jika tekanan dari gas diatas larutan adalah dua kali lipat.
4.      Kelajuan dari zat terlarut
a.       Ukuran partikel
b.      Temperatur dari solvent
c.       Pengadukan dari larutan
d.      Konsentrasi dari larutan
(Sukardjo, 1997)
Kelarutan bergantung pada berbagai kondisi seperti suhu, tekanan, konsentrasi bahan– bahan lain dalam larutan itu,dan pada komposisi pelarutnya. Perubahan kelarutan dengan tekanan tak mempunyai arti penting yang praktis dalam anlisis anorganik kualitatif, karena semua pekerjaan dilakukan dalam bejana terbuka pada tekanan atmosfer; perubahan yang sedikit dari tekanan atmosfer tak mempunyai pengaruh yang berarti atas kelarutan.Terlebih penting adalah perubahan kelarutan dengan suhu. Umumnya dapat dikatakan bahwa kelarutan endapan bertambah besar dengan kenaikan suhu ,meskipun dalam beberapa hal yang istimewa (seperti kalium sulfat) terjadi hal yang sebaliknya. Laju kenaikan dengan suhu berbeda-beda dalam beberapa hal sangat kecil sekali dalam hal-hal lainnya sangat besar.
 (Vogel,1990)
 
Jika kesetimbangan diganggu, misalnya dengan merubah temperatur maka konsentrasi larutan akan berubah. Menurut Van’t Hoff pengaruh temperatur terhadap kelarutan dapat dinyatakan sebagi berikut:
(d ln S/dT) = (∆H)/(RT)2
d ln S = (∆H)/(RT)2 dT
Diintegralkan dari T1 ke T2 maka akan mengahsilkan,
H / RT + konstantaDln S = -
atau,
ln (S2/S1) = (∆H/R) {(T2 – T1)/( T2.T1)}
dimana :
S2,S1 = kelarutan zat masing-masing pada temperatur T2 dan T1 (mol/1000 gram solven)
H = panas pelarutan per molD
R = konstanta gas
Panas pelarutan yang dihitung ini adalah panas yang diserap jika 1 mol padatan dilarutakan dalam larutan dimana larutan sudah dalam keadaan jenuh. Hal ini bebeda dengan panas pelarutan untuk larutan encer yang bisa terdapat dalam table panas pelarutan tersebut adalah panas pengenceran dari keadaan jenuh menjadi keadaan encer.
Pada umumnya panas pelarutan adalah positif sehingga menurut Van’t Hoff semakin tinggi temperatur akan semakin banyak zat yang melarut (panas pelautan positif = endotermis). Sedangkan untuk zat-zat yang memiliki panas pelarutan negatif, maka makin tinggi suhu akan semakin berkurang zat yang dapat larut.
 (Supeno, 2006)
Efek panas dalam pembentukan larutan dapat digunakan dalam penerapan prinsip Le. Chateliers untuk menghitung efek temperature pada kelarutan. Dengan menggunakan terminology dari thermodinamika, bahwa kandungan panas atau entalphy dari sistem telah meningkat sesuai dengan jumlah energi thermal (heat molar vaporization atau DHv). Perubahan entalphy untuk proses diberikan dengan mengurangi entalpy akhir sistem dengan entalphy mula-mula.
DH = Hhasil – Hhasil
Secara umum DH positif untuk setiap perubahan maksroskopik yang terjadi pada tekanan konstan jika energi panas mengalir keluar. Proses dimana entalpi dalam sistem meningkat disebut proses endotermik, sedangkan entalpi yang mengalami penurunan disebut eksotermik. Perubahan entalpi terbatas hanya pada aliran panas jika proses tersebut terbawa keluar sehingga tekanan mula-mula dan akhir adalah sama, dan sistem adalah tertutup. Pembentukan dari larutan apakah itu eksotermik atau endotermik tergantung pada temperatur dan sifat alamiah solute dan solvent untuk memprediksi efek dari perubahan temperatur. Kita dapat menggunakan prinsip Le-Chatekiers, sangatlah diperlukan untuk memperhitungkan perubahan entalpi untuk proses pelarutan dari kondisi larutan jenuh. Entalpi molar dari larutan (DH1) sebagai jumlah kalor dari energi panas yang seharusnya tersedia (DH1 positif) ataupun yang seharusnya dipindahkan (DH1 negatif) untuk menjaga agar temperatur tetap konstan yang mana didalamnya terdapat satu mol zat terlarut dalam volume yang sangat besar yang mendekati larutan jenuh untuk menghasilkan larutan jenuh.
Jika entalpi dari larutan adalah negatif peningkatan temperatur menyebabkan penurunan kelarutan. Kebanyakan padatan solute memiliki entalpi positif dari larutan sehingga kelarutan mereka meningkat sesuai dengan kenaikkan temperatur. Hampir semua perubahan kimia merupakan proses eksotermik ataupun proses endotermik. Hampir semua perubahan kimia merupakan proses eksotermik. Kebanyakan, tetapi tidak semua reaksi yang terjadi secara spontan adalah reaksi eksotermik (Sukardjo, 1997).

Daftar Pustaka
Ismarwanto, Hoedjiono. 1990. Diktat Kuliah Kimia Analisa Bag. 1. Surabaya: FTI ITS
HAM, Mulyono, 2005, Kamus Kimia, Jakarta: Bumi Aksara.
Sukardjo. 1997. Kimia Fisika. Jakarta: Rineka Cipta
Supeno, 2006, Petunjuk Praktikum Kimia Fisika I, Jayapura: Universitas Cendrawasih.
Vogel, 1990, Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro, Jakarta: PT Kalman Media Pustaka.
Yazid, Estien. 2005. Kimia Fisika Untuk Paramedis. Yogyakarta: Penerbit Andi

      Untuk yang mau lihat laporan praktikum yang lengkap, bisa dilihat Di sini atau Di sini
Selamat mengerjakan.. :)