Jumat, 29 Maret 2013

Referensi Kesetimbangan Uap Cair Pada Sistem Larutan Biner

       Kondisi kesetimbangan untuk sembarang sistem yaitu bahwa potensial kimia dari tiap konstituen pada seluruh sistem harus sama. Bila ada beberapa fase dari tiap konstituen, maka potensial kimia setiap konstituen pada tiap fase harus mempunyai nilai yang sama. Suatu larutan dikatakan ideal jika larutan tersebut mengikuti Hukum Roult pada seluruh kisaran komposisi dari sistem tersebut. Hukum Roult dalam bentuknya yang lebih umum didefinisikan sebagai fugasitasnya dalam larutan yang sama dengan hasil kali dari fugasitasnya dalam keadaan murni pada temperatur dan tekanan yang sama serta fraksi molnya dalam larutan tersebut, yakni :
f1 = x1 . f1o ...(2.1)
Sedangkan hubungan antara tekanan parsial dan komposisinya dalam larutan merupakan pendekatan dalam hal larutan yang mempunyai komponen tekanan parsial kecil.
ρ 1 = x1 . ρ1o ...(2.2)
(Dogra, 1990)
        Jika suatu komponen (pelarut) mendekati murni, komponen itu berperilaku sesuai dengan Hukum Roult dan mempunyai tekanan uap yang sebanding dengan fraksi mol. Beberapa larutan menyimpang jauh dari Hukum Roult. Walaupun demikian, dalam hal ini hukum itu semakin dipatuhi jika komponennya berlebih (sebagai pelarut) sehingga mendekati kemurnian. Bisa dikatakan, bahwa hukum ini menerangkan pendekatan yang baik untuk pelarut selama larutan ini encer 
(Atkins, 1994)
Dalam larutan ideal, semua komponen (pelarut dan zat terlarut) mengikuti Hukum Roult pada seluruh selang konsentrasi. Dalam semua larutan encer yang tak mempunyai interaksi kimia di antara komponen-komponennya, Hukum Roult berlaku bagi pelarut, baik ideal maupun tak ideal. Tetapi Hukum Roult tak berlaku pada zat terlarut pada larutan tak ideal encer. Perbedaan ini bersumber pada kenyataan : molekul-molekul pelarut yang luar biasa banyaknya. Hal ini menyebabkan lingkungan molekul terlarut sangat berbeda dalam lingkungan pelarut murni. Zat terlarut dalam larutan tak ideal encer mengikuti Hukum Henry, bukan Hukum Roult 
(Petrucci, 1992)
         Bila dua cairan bercampur maka ruang diatasnya berisi uap kedua cairan tersebut. Tekanan uap jenuh masing-masing komponen (P1) diruang itu lebih kecil dari pada tekanan uap jenuh cairan murni (P1o), karena permukaan larutan diisi oleh dua jenis zat sehingga peluang tiap komponen untuk menguap berkurang. Peluang itu setara dengan fraksi molnya masing-masing (x1).
(Syukri, 1999)
          Bila seluruh larutan biner diuapkan secara parsial, komponen yang mempunyai tekanan uap lebih tinggi akan terkonsentrasi pada fase uapnya, hingga terjadi perbedaan komposisi antara cairan dengan uap yang setimbang. Uap tersebut dapat diembunkan sebagai kondensat. Uap yang diperoleh dengan menguapkan secara parsial kondensat itu akan mempunyai komposisi yang lebih kaya lagi akan komponen yang mudah menguap.
(Alberty, 1987 )
         Jika kita menghendaki komposisi uap yang dalam kesetimbangan dengan campuran air, tidak cukup bila kita hanya mengetahui sifat-sifat campuran cair pada komposisi seperti itu saja; sekarang kita juga harus mengetahui sampai sejauh mana sifat-sifat itu (khususnya energi Gibbs) bergantung pada komposisi. Pengaruh temperatur yang pokok pada kesetimbangan uap-cair terdapat dalam tekanan uap komponen murni atau lebih tepatnya dalam fugasitas zat cair komponen murni. Sementara koefisien aktivitas bergantung pada temperatur sebagaimana halnya komposisi, ketergantungan itu biasanya kecil bila dibandingkan dengan ketergantungan tekanan uap zat cair murni pada temperatur. Dalam suatu campuran, kenaikan temperature 10oC meningkatkan tekanan uap zat cair sebesar 1,5 - 2 kali. Oleh karena itu, kecuali pada perubahan temperatur yang besar sering lebih mudah bila pengaruh temperatur terhadap gE diabaikan saja ketika menghitung kesetimbangan uap-cair.
(Reid, 1990)
      Pada suhu-suhu rendah yang terdapat adalah fase cair. Begitu suhu dinaikkan, fase uap mulai muncul kemudian jumlahnya secara relatif bertambah dan akhirnya menghilang kembali. Akan tetapi perilaku yang lebih menakjubkan lagi adalah bila tekanan dinaikkan pada suhu tetap sedikit di atas suhu kritis C bagi komposisi yang bersangkutan. Demikian tekanan dinaikkan, pengembunan mulai terjadi dan masih akan berlanjut bila tekanan dinaikkan sedikit lagi, tetapi penambahan tekanan lebih lanjut akan mengakibatkan cairan mulai menguap kembali dan cairan akan menghilang bila tekanan dinaikkan. Fraksi mol suatu komponen di dalam fase uap larutan mengikuti Hukum Roult, tekanan parsial komponennya dapat dihitung. Dan fraksi mol suatu komponen dalam fase uap dapat dihitung dengan menggunakan :
x1 uap = = = ...(2.3) 
(Alberty, 1987)
       Transisi fase terjadi pada temperatur tertentu untuk suatu tekanan tertentu. Jadi, pada tekanan 1 bar, es adalah stabil dan cair dibawah 00C, tetapi diatas 00C air cair lebih stabil itu menunjukkan bahwa dibawah 00C potensial kimia es lebih rendah dibandingkan potensial kimia cairan. Sehingga μ_((s)) > μ_((i)) dan diatas 00C μ_((s)) < μ_((i)). Temperatur transisi adalah temperatur dimana kedua potensial kimia bertemu μ_((s)) = μ_((i)). Walaupun demikian, kita harus selalu membedakan antara termodinamika transisi fase dan lajunya, dan transisi fase yang diramalkan karena termodinamika dapat berlangsung terlalu lambat untuk mempunyai arti dalam praktikum.
(Oxtoby, 2001)
       Diagram fase suatu zat memperlihatkan daerah-daerah tekanan dan temperatur dimana berbagai fase bersifat stabil secara termodinamis. Batas-batas antara daerah-daerah itu, yaitu batas-batas fase memperlihatkan nilai P dan T dimana dua fase berada dalam kesetimbangan. Jika suatu komponen pelarut mendekati murni, komponen itu berperilaku sesuai dengan hukum Roult dan mempunyai tekanan uap yang sebanding dengan fraksi mol. Beberapa larutan menyimpang jauh dari hukum Roult. Walaupun demikian, dalam hal ini hukum itu semakin dipatuhi jika komponen berlebihan (sebagai pelarut) sehingga mendekati kemurnian. Bisa dikatakan bahwa hukum Roult ini menerangkan pendekatan yang baik untuk pelarut selama larutan itu encer. Kimia memberi notasi kuantitatif yang berhubungan dengan zat murni dengan superskrip, sehingga potensial kimia campuran A adalah μA, karena tekanan uap cairan murni pada kesetimbangan kedua potensial kimiawi sama besar, sehingga keduanya dapat dieliminasi.
(Atkins, 1999)

Daftar Pustaka
Alberty, A. R.. 1987. Kimia Fisika, edisi kelima, jilid I. Jakarta: Erlangga
Atkins, P.W. 1994. Kimia Fisik Edisi ke-4 jilid I. Jakarta: Erlangga
Atkins, P.W.. 1999. Kimia Fisika Edisi kedua. Jakarta: Erlangga 
Dogra, SK dan S. Dogra. 1990. Kimia Fisik dan Soal-soal. Jakarta : Universitas Indonesia
Oxtoby,D.W., Gillis,H.P., Nachtrieb,N.H. 2001. Prinsip-prinsip Kimia Modern. Edisi ke-4. Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Petrucci, R.H. 1992. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Edisi Keempat Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Reid, Robert . C . 1990. Sifat Gas dan Zat Cair . Jakarta: PT Gramedia.
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar 1. Bandung: ITB Press

Kamis, 28 Maret 2013

Praktikum Kimia Fisika Viskometri

    Hi guys, hari ini aku mau posting daftar pustaka praktikum tentang viskometri nih. Nggak usah kebanyakan ngomong, langsung lihat aja nih. :) 
      Viskositas suatu zat cairan murni atau larutan merupakan indeks hambatan aliran cairan. Viskositas dapat diukur dengan mengukur laju aliran cairan, yang melalui tabung berbentuk silinder. Cara ini merupakan salah satu cara yang paling mudah dan dapat digunakan baik untuk cairan maupun gas. 
(Bird, 1993).
     Viskositas adalah indeks hambatan aliran cairan. Viskositas dapat diukur dengan mengukur laju aliran cairan yang melalui tabung berbentuk silinder. Viskositas ini juga disebut sebagai kekentalan suatu zat. Jumlah volume cairan yang mengalir melalui pipa per satuan waktu.
ŋ          = viskositas cairan
V         = total volume cairan
t           = waktu yang dibutuhkan untuk mencair
p          = tekanan yang bekerja pada cairan
L          = panjang pipa 
(Bird, 1993).
      Makin kental suatu cairan, makin besar gaya yang dibutuhkan untuk membuatnya mengalir pada kecepatan tertentu. Viskositas disperse koloid dipengaruhi oleh bentuk partikel dari fase disperse dengan viskositas rendah, sedang system disperse yang mengandung koloid-koloid linier viskositasnya lebih tinggi. Hubungan antara bentuk dan viskositas merupakan refleksi derajat solvasi dari partikel. 
(Respati, 1981).
       Bila viskositas gas meningkat dengan naiknya temperature, maka viskositas cairan justru akan menurun jika temperature dinaikkan. Fluiditas dari suatu cairan yang merupakan kelebihan dari viskositas akan meningkat dengan makin tingginya temperature.
 (Bird,1993).
Cara-cara penentuan viskositas 
a.  Pada viscometer Ostwald yang diukur adalah waktu yang dibutuhkan oleh sejumlah tertentu cairan untuk mengalir melalui pipa kapiler dengan gaya yang disebabkan oleh berat cairan itu sendiri. Pada percobaan sebenarnya, sejumlah tertentu cairan (misalnya 10 cm3, bergantung pada ukuran viscometer) dipipet kedalam viscometer. Cairan kemudian dihisap melalui labu pengukur dari viscometer sampai permukaan cairan lebih tinggi daripada batas a. cairan kemudian dibiarkan turun ketika permukaan cairan turun melewati batas a, stopwatch mulai dinyalakan dan ketika cairan melewati tanda batas b, stopwatch dimatikan. Jadi waktu yang dibutuhkan cairan untuk melalui jarak antara a dan b dapat ditentukan. Tekanan ρ merupakan perbedaan antara kedua ujung pipa U dan besarnya disesuaikan sebanding dengan berat jenis cairan.
(Respati,1981).
Berdasarkan hukum Heagen Poisuille :
Untuk air :
Ŋair = πρr4 . ta . pa.g.h / ( 8VL)
Secara umum berlaku :
Ŋx = πρr4 . tx . px.g.h / ( 8VL)
Jika air digunakan sebagai pembanding, maka :
Ŋx / ŋair = tx.ρx / taρa
(Respati,1981)
b.      Viskometer hoppler
Pada viscometer ini yang diukur adalah waktu yang dibutuhkan oleh sebuah bola logam untuk melewati cairan setinggi tertentu. Suatu benda karena adanya gravitasi akan jatuh melalui medium yang berviskositas (seperti cairan misalnya), dengan kecepatan yang semakin besar sampai mencapai kecepatan maksimum. Kecepatan maksimum akan tercapai bila gravitasi sama dengan fictional resistance medium.
(Bird,1993).
            Berdasarkan hukum stokes pada kecepatan bola maksimum, terjadi keseimbangan sehingga : gaya gesek = gaya berat, gaya Archimedes :
6πrVmax = 4/3 r3 bola – ρcair) g
Ŋ = { 2/g r3bola – ρcair) g } / Vmax
Vmax = h / t
dimana : t = waktu jatuh bola pada ketinggian h
Dalam percobaan ini dipakai cara relative terhadap air, harganya :
Ŋa = [ 2/g r2a – ρ1) g ta ] / h
Ŋx = [ 2/g r2x– ρ1) g tx ] / h
Ŋx/ Ŋa = [ (ρx – ρ1) g tx ] / [ (ρa – ρ1) g ta ]
c.       Viscometer cup dan Bob
Prinsip kerjanya sampel digeser dalam ruangan antara dinding luar Bob dan dinding dalam dari cup dimana bob masuk persis ditengan-tengah. Kelemahan viscometer ini adalah terjadinya aliran sumbat yang disebabkan gesekan yang tinggi disepanjang keliling bagian tube sehingga menyebabkan penemuan konsentrasi. Penurunan konsentrasi ini menyebebkan bagian tengah zat yang ditekan keluar memadat. Hal ini disebut aliran sumbat.
 (Bird, 1993).
d.      Viskometer Cone dan Plate
Cara pemakaiannya adalah sampek yang ditempatkan di tengah-tengah papan, kemudian dinaikkan hingga posisi dibawah kerucut. Kerucut digerakkan oleh motor dengan bermacam kecepatan dan sampelnya digeser didalam ruang sempit antara papan yang diam dan kemudian kerucut yang berputar. 
(Bird, 1993).
Konsep Viskositas
           Fluida, baik zat cair maupun zat gas yang jenisnya berbeda memiliki tingkat kekentalan yang berbeda. Viskositas alias kekentalan sebenarnya merupakan gaya gesekan antara molekul-molekul yang menyusun suatu fluida. Jadi molekul-molekul yang membentuk suatu fluida saling gesek-menggesek ketika fluida fluida tersebut mengalir. Pada zat cair, viskositas disebabkan karena adanya gaya kohesi (gaya tarik menarik antara molekul sejenis). Sedangkan dalam zat gas, viskositas disebabkan oleh tumbukan antara molekul. 
(Bird, 1993).
            Fluida yang lebih cair biasanya lebih mudah mengalir, contohnya air. Sebaliknya, fluida yang lebih kental biasanya lebih sulit mengalir, contohnya minyak goreng, oli, madu, dan lain-lain. Hal ini bias dibuktikan dengan menuangkan air dan minyak goreng diatas lanyai yang permukaannya miring. Pasti hasilnya air lebih cepat mengalir dari pada minya goreng atau oli. Tingkat kekentalan suatu fluida  juga bergantung pada suhu. Semakin tinggi suhu zat cair, semakin kurang kental zat cair tersebut. Misalnya ketika ibu menggoreng ikan di dapur, minyak goreng yang awalnya kental, berubah menjadi lebih cair ketika dipanaskan. Sebaliknya, semakin tinggi suhu suatu zat gas, semakin kental zat gas tersebut.
            Perlu diketahui bahwa viskositas atau kekentalan hanya ada pada fluida rill (rill = nyata). Fluida rill / nyata adalah fluida yang kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, seperti air sirup, oli, asap knalpot, dan lainnya. Fluida rill berbeda dengan fluida ideal. Fluida ideal sebenarnya tidak ada dalam kehidupan sehari-hari. Fluida ideal hanya model yang digunakan untuk membantu kita dalam menganalisis aliran fluida (fluida ideal ini yang kita pakai dalam pokok bahasan fluida dinamis) 
(Bird, 1993).
            Satuan system internasional (SI) untuk koifisien viskositas adalah Ns/m2 = Pa.S (pascal sekon). Satuan CGS (centimeter gram sekon) untuk SI koifisien viskositas adalah dyn.s/cm2 = poise (p). Viskositas juga sering dinyatakan dalam sentipolse (cp). 1 cp = 1/1000 p. satuan poise digunakan untuk mengenang seorang Ilmuwan Prancis, almarhum Jean Louis Marie Poiseuille.
1 poise = 1 dyn. s/cm2 = 10-1 N.s/m2
            Fluida adalah gugusan molukel yang jarak pisahnya besar, dan kecil untuk zat cair. Jarak antar molukelnya itu besar jika dibandingkan dengan garis tengah molukel itu. Molekul-molekul itu tidak  terikat pada suatu kisi, melainkan saling bergerak bebas terhadap satu sama lain. Jadi kecepatan fluida atau massanya kecapatan volume tidak mempunyai makna yang tepat sebab jumlah molekul yang menempati volume tertentu terus menerus berubah. 
(while, 1988).
            Fluida dapat digolongkan kedalam cairan atau gas. Perbedaan-perbedaan utama antara cair dan gas adalah : 
a.       Cairan praktis tidak kompersible, sedangkan gas kompersible dan seringkali harus diperlakukan demikian.
b.   Cairan mengisi volume tertentu dan mempunyai permukaan-permukaan bebas, sedangkan agar dengan massa tertentu mengembang sampai mengisi seluruh bagian wadah tempatnya. 
(While, 1988).
       Berdasarkan hukum stokes dengan mengamati jatuhnya benda melalui medium zat cair yang mempunyai gaya gesek yang makin besar bila kecepatan benda jatuh makin besar π = 2r.2d – dm.g.9.s.t (1+2, 4rR). Ketererangan cairan, g = gaya gravitasi, s = jarak jatuh (a – ob), t = waktu bola jatuh, r = jari-jari tabung viskosimeter  (Anekcheiftein,2010)
            Persamaan Navier-stokes (dinamakan dari daude Louis Navier dan Gorge Gabriel Stokes), adalah serangkaian persamaan yang menjelaskan pergerakan dari suatu fluida seperti cairan dan gas. Persamaan-persamaan ini menyatakan bahwa perubahan dalam momentum (percepatan) partikel-partikel fluida yang bergantung hanya kepada gaya viskos tekanan eksternal yang bekerja pada fluida. Kita dapat mengembangkan persamaan gerakan untuk fluida, nyata dengan memperhatikan gaya-gaya yang bekerja pada suatu elemen kecil fluida. Penurunan persamaan ini, yang disebut persamaan Navier-stokes.
(Streeter, 1996).
Definisi Piknometer
            Piknometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur nilai massa jenis atau densitas dari fluida. Berbagai macam fluida yang diukur massa jenisnya, biasanya dalam praktikum yang diukur adalah massa jenis oli, minyak goreng, dan lain-lain. Piknometer itu terdiri dari 3 bagian, yaitu tutup pikno, lubang, gelas atau tabung ukur. Cara menghitung massa fluida yaitu dengan mengurangkan massa pikno berisi fluida dengan massa pikno kosong. Kemudian di dapat data massa dan volume fluida, sehingga tinggal menentukan nilai cho/massa jenis (ρ) fluida dengan persamaan = cho (ρ) = m/v 
(Whille, 1988).
Faktor-faktor yang mempengaruhi viskositas :
   1.      Suhu
Viskositas berbanding terbalik dengan suhu. Jika suhu naik maka viskositas akan turun, dan begitu sebaliknya. Hal ini disebabkan karena adanya gerakan partikel-partikel cairan yang semakin cepat apabila suhu ditingkatkan dan menurun kekentalannya.
   2.      Konsentrasi larutan
Viskositas berbanding lurus dengan konsentrasi larutan. Suatu larutan dengan konsentrasi tinggi akan memiliki viskositas yang tinggi pula, karena konsentrasi larutan menyatakan banyaknya partikel zat yang terlarut tiap satuan volume. Semakin banyak partikel yang terlarut, gesekan antar partikel semakin tinggi dan viskositasnya semakin tinggi pula.
   3.      Berat molekul solute
Viskositas berbanding lurus dengan berat molekul solute. Karena dengan adanya solute yang berat akan menghambat atau member beban yang berat pada cairan sehingga manaikkan viskositas.
   4.      Tekanan
Semakin tinggi tekanan maka semakin besar viskositas suatu cairan.

Referensi:
Bird, Tony. 1993. Kimia Fisik Untuk Universitas. Jakarta : PT Gramedia
Dudgale. 1986. Mekanika Fluida Edisi 3. Jakarta : Erlangga
Respati, H. 1981. Kimia Dasar Terapan Modern. Jakarta : Erlangga
Streeter, Victol L dan E. Benjamin While. 1996. Mekanika Fluida Edisi Delapan jilid I. Jakarta : Erlangga
While, Frank.M. 1988. Mekanika Fluida edisi ke-2 jilid I. Jakarta : Erlangga

Kalorimeter Bom



 

Kalorimeter Bom merupakan kalorimeter yang khusus digunakan untuk menentukan kalor dari reaksi-reaksi pembakaran. Kalorimeter bom ini digunakan untuk mengukur jumlah kalor/nilai kalori yang dibebaskan pada pembakaran sempurna (dalam O2 berlebih) pada suatu senyawa, bahan makanan, maupun bahan bakar. Namun, kalorimeter bom lebih banyak digunakan untuk penentuan nilai kalor bahan bakar padat dan cair. Pengukuran kalorimeter bom dilakukan pada kondisi volume konstan tanpa aliran, atau dengan kata lain reaksi pembakaran dilakukan tanpa menggunakan nyala api melainkan menggunakan gas oksigen sebagai pembakar dengan volume konstan atau tekanan tinggi. Prinsip kerja kalorimeter Bom sebagai contoh, bahan bakar yang akan diukur dimasukkan kedalam bejana logam yang kemudian diisi oksigen pada tekanan tinggi. Bom itu ditempatkan didalam bejana berisi air dan bahan bakar itu dinyalakan dengan sambungan listriks dari luar. Suhu itu diukur sebagai fungsi waktu setelah penyalaan. Pada saat pembakaran, suhu bom tinggi oleh karena itu keseragaman suhu air disekeliling bom harus dijaga dengan suatu pengaduk. Selain itu dalam beberapa hal tertentu diberikan pemanasan dari luar melalui selubung air untuk menjaga supaya suhu seragam agar kondisi bejana air adiabatic.
Kalorimeter bom terdiri dari tabung baja tebal dengan tutup kedap udara.
·    Sejumlah zat tertentu yang akan diuji, ditempatkan dalam cawan platina dan sebuah "kumparan besi” yang diketahui beratnya (yang juga akan dibakar) ditempatkan pula pada cawan platina sedemikian sehingga menempel pada zat yang akan diuji.
·    Kalorimeter bom kemudian ditutup kemudian tutupnya dikencangkan.
·    Setelah itu "bom" diisi dengan O2 hingga tekanannya mencapai 25 atm.
·    Kemudian "bom" dimasukkan ke dalam kalorimeter yang diisi air.
· Setelah semuanya tersusun, sejumlah tertentu aliran listrik dialirkan ke kawat besi dan setelah terjadi pembakaran, kenaikan suhu diukur.
· Kapasitas panas (atau harga air) “bom”, kalorimeter, pengaduk, dan termometer ditentukan dengan percobaan terpisah dengan menggunakan zat yang diketahui panas pembakarannya dengan tepat (biasanya asam benzoat).
Kalorimeter ini terdiri dari sebuah bom (tempat berlangsungnya reaksi pembakaran, terbuat dari bahan stainless steel dan diisi dengan gas oksigen pada tekanan tinggi) dan sejumlah air yang dibatasi dengan wadah yang kedap panas. Reaksi pembakaran yang terjadi di dalam bom, akan menghasilkan kalor dan diserap oleh air dan bom. Oleh karena tidak ada kalor yang terbuang ke lingkungan, maka: 
 qreaksi = – (qair + qbom )
Jumlah kalor yang diserap oleh air dapat dihitung dengan rumus :
qair = m x c x DT
Jumlah kalor yang diserap oleh bom dapat dihitung dengan rumus :
qbom = Cbom x DT
dengan :          m         = massa air dalam kalorimeter ( g )
c          = kalor jenis air dalam kalorimeter (J / g.oC ) atau ( J / g. K )
Cbom     = kapasitas kalor bom ( J / oC ) atau ( J / K )
DT       = perubahan suhu ( oC atau K )
Reaksi yang berlangsung pada kalorimeter bom berlangsung pada volume tetap (DV = nol). Oleh karena itu, perubahan kalor yang terjadi di dalam sistem = perubahan energi dalamnya.
DE = q + w  dimana   w = - P. DV (jika DV = nol maka w = nol)  maka,    DE = qv

Terdapat beberapa jenis kalorimeter, antara lain:
1.      Part 1281
Pada Kalorimeter bom 1281, waktu dan tenaga kerja tabung dilakukan otomatisasi, tersedia dengan teknologi baru dengan desain tetap bom dalam satu set. Ini diperuntukkan untuk laboratorium dengan moderat pengujian beban berat. Pada model 1281, komponen utama seperti: bom pembakaran, ember dan jaket, sistem penanganan air dan sistem pengisian oksigen dibangun menjadi satu konsol yang meliputi controller kalorimeter dan mengoperasikan keyboard.Integral,microprocessorbased controller dipasanh ke kalorimeter bom 1281 menyediakan kontrol operasi terbaru, data akuisisi, pengolahan data, data pelaporan dan kemampuan komunikasi.


2.      Part 1271 Automatic Isoperibol Calorimeter
Kalorimeter 1271 menawarkan tingkat otomatisasi yang tiada bandingnya dengan 2 kemampuan unik:
 
1.      Full Automatic
Bom Penanganan, Bom dibuka dan ditutup secara otomatis oleh pneumatik drive di bawah mikroprosesor kontrol. Operator hanya mamasukan sampel ke kepala bom, menempel sebuah kapas bantu rangkaian sekering dan menutup penjaga keamanan. Semua operasi kemudian dilanjutkan secara otomatis sampai akhir tes. Ketika kalorimeter bom membuka dan melepaskan keselamatan penjaga bagi operator untuk menyisipkan sampel berikutnya.
2.      Diperluas untuk A Dual Sistem
Melayani laboratorium dengan volume suara tinggi pengujian beban, Kalorimeter 1271 dirancang sedemikian rupa sehingga dapat diperluas untuk mencakup dua kalorimeter terpisah, mekanisme beroperasi dengan satu control, sehingga memberikan redundansi serta tambahan kapasitas. Dual operasi dicapai dengan menambahkan Kalorimeter 1272 Ekspansi, Modul dasar 1271 Sistem.