Selasa, 21 Februari 2012

Lyric You and I IU

Romanization
sigyel bomyeo soksagineun bimildeul
ganjeolhan nae mamsok iyagi
jigeum nae moseubeul haechyeodo joha
nareul jaechokhamyeon halsurok joha
nae ireum bulleojwo

son teumsaero bichineun
nae mam deulkilkka duryeowo
gaseumi mak beokcha seoreowo
jogeumman kkok chamgo nal gidaryeojwo
neorang narangeun jigeum andoeji
sigyereul deo bochaego sipjiman
nega itdeon miraeeseo
nae ireumeul bulleojwo
naega meonjeo yeotbogo on sigandeul
neowa naega hamkkeyeosseotji
narang norajuneun geudaega joha
naega mureobomyeon geudaedo joha
nae ireumi mwoya
son teumsaero bichineun
nae mam deulkilkka duryeowo
gaseumi mak beokcha seoreowo
jogeumman kkok chamgo nal gidaryeojwo
neorang narangeun jigeum andoeji
sigyereul deo bochaego sipjiman
nega itdeon miraeeseo
nae ireumeul bulleojwo
nun kkambakhamyeon eoreuni doel geoeyo
nal arabogetjyo
geudaen gieokhagetjyo
geurae gimyohaetdeon ai
son teumsaero bichineun ne moseup cham jota
sonkkeuteuro dollimyeo
sigyetbaneura dallyeobwa
jogeumman deo ppalli narabwa
du nuneul kkok gamgo mabeobeul geonda
neorang narangeun jogeum namatji
myeot nal myeotsiljin moreugetjiman
nega isseul miraeeseo
hoksi naega hemaendamyeon
neoreul arabol su itge
nae ireumeul bulleojwo

Hangul
시곌 보며 속삭이는 비밀들
간절한 내 맘속 이야기
지금 내 모습을 해쳐도 좋아
나를 재촉하면 할수록 좋아
내 이름 불러줘

손 틈새로 비치는
내 맘 들킬까 두려워
가슴이 막 벅차 서러워
조금만 꼭 참고 날 기다려줘
너랑 나랑은 지금 안되지
시계를 더 보채고 싶지만
네가 있던 미래에서
내 이름을 불러줘
내가 먼저 엿보고 온 시간들
너와 내가 함께였었지
나랑 놀아주는 그대가 좋아
내가 물어보면 그대도 좋아
내 이름이 뭐야
손 틈새로 비치는
내 맘 들킬까 두려워
가슴이 막 벅차 서러워
조금만 꼭 참고 날 기다려줘
너랑 나랑은 지금 안되지
시계를 더 보채고 싶지만
네가 있던 미래에서
내 이름을 불러줘
눈 깜박하면 어른이 될 거에요
날 알아보겠죠
그댄 기억하겠죠
그래 기묘했던 아이
손 틈새로 비치는 네 모습 참 좋다
손끝으로 돌리며
시곗바늘아 달려봐
조금만 더 빨리 날아봐
두 눈을 꼭 감고 마법을 건다
너랑 나랑은 조금 남았지
몇 날 몇실진 모르겠지만
네가 있을 미래에서
혹시 내가 헤맨다면
너를 알아볼 수 있게
내 이름을 불러줘

Translation
Whispering secrets while looking at a watch
My heart’s desperate story
It’s okay to harm my form
The more you demand I like it
Say my name

I’m scared that my heart would be revealed
through the gaps between my fingers
It’s too much for my heart I’m sad
Wait a little longer and wait for me
You and I, it can’t be yet
I want to pester the watch more but
In the future in which you are present
Say my name
The times when I first peeked around
You and I were together
You played with me, I liked you
When I ask, you liked me as well
What is my name
I’m scared that my heart would be revealed
through the gaps between my fingers
It’s too much for my heart I’m sad
Wait a little longer and wait for me
You and I, it can’t be yet
I want to pester the watch more but
In the future in which you are present
Say my name
I’ll be an adult in a blink of an eye
You’ll probably recognize me,
you’ll probably remember me
Right, that peculiar child
I liked your figure as it shone through the gaps of my fingers
As I twist it with my fingertips,
“hey, watch hands, run”
Fly a little faster
I close my eyes and cast a spell
You and I, we still have a little left
I don’t know what day or what time
Just in case, in the future in which you are present
If I’m lost
To help me recognize you,
Say my name

source: Kor: daum music Rom: thelapan Eng: yubseyo.wordpress.com

Jumat, 10 Februari 2012

Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia




Kelompok  4_XII NS 7
  1. Anggie Ardina P         (02)
  2. Dhini Aulia Phasa       (09)
  3. I Made Putra Raditha (19)
  4. Yuliana Prima Etika    (32)


Sistem pemerintahan negara berarti susunan yang teratur dari prinsip-prinsip yang melandasi berbagai kegiatan atau hubungan-hubungan kerja antara lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif dalam menyelenggarakan pemerintahan suatu negara.
Sistem pemerintahan Negara Indonesia adalah sistem presidensial, yaitu sistem atau keseluruhan prinsip penataan hubungan kerja antarlembaga negara melalui pemisahan kekuasaan negara, dimana presiden memainkan peran kunci dalam pengelolaan kekuasaan eksekutif.
Sistem pemerintahan Negara Indonesia adalah sistem presidensial. Hal ini dapat kita pahami pada UUD 1945,
’Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar’ (pasal 4 ayat 1)’
’Presiden dibantu oleh menteri negara’ (pasal 17 ayat 1)
’Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden’ (Pasal 17 ayat 2)
’Setiap Menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan’ (pasal 17 ayat 3)
’Pembentukan, pengubahan dan pembubaran kementerian negara diatur dalam undang-undang’ (Pasal 17 ayat 4)
Dalam sistem presidensial, kabinet bertanggung jawab kepada presiden, yang selain berfungsi sebagai kepala negara yang juga berperan sebagai kepala pemerintahan.
Sistem permerintahan  presidensial telah berlaku di Indonesia sejak awal kemerdekaan sesuai dengan ketentuaan UUD 1945. Namun, praktik politik waktu itu mengubah sistem pemerintahan presidensial menjadi sistem pemerintahan parlementer. Setelah sistem parlementer dianggap tidak cocok dengan bangsa Indonesia, maka Indonesia kembali menerapkan sistem pemerintahan presidensial.

a.            Sistem pemerintahan pada awal kemerdekaan
Sesuai ketentuan UUD 1945, sistem pemerintahan yang dianut oleh Indonesia pada awal kemerdekaan adalah system presidensial. Mengingat pada waktu itu baik wakil presiden, menteri-menteri maupun Komiye Nasional hanyalah pembantu presiden, maka tepatlah kalau presiden pada waktu itu disebut sebagai Penguasa Tertinggi Tunggal. Cara-cara pemerintahan diktator pun sering menjadi panorama umum. Akibatnya, meski menurut UUD 1945 bangsa Indonesia menganut sistem presidensial, dalam kenyataanya, kita menganut sistem yang terpusat secara mutlak.
Namun pada tanggal 14 November 1945 terjadi perubahan dengan keluarnya maklumat presiden yang menyatakan bahwa tanggung jawab pemerintahan ada di tangan para menteri. Pengalihan tersebut, menunjukan adanya penggantian sistem pemerintahan. Sebab, dengan itu presiden tidak lagi berfungsi sebagai kepala pemerintahan melainkan hanya sebagai kepala Negara.
b.            Sistem pemerintahan pada masa berlakunya Konstitusi RIS
Menurut Konstitusi RIS, presiden adalah kepala negara. Tanggung jawab pemerintahan sepenuhnya berada di tangan perdana menteri dan para menteri kabinet. Penanggungjawab seluruh kebijakan pemerintah adalah para menteri, baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri. Jadi, kabinet bertanggung jaawab kepada parlemen, konsekuensinya, kabinet dapat dijatuhkan oleh parlemen jika kebijakannya tidak disetujui parlemen.
c.             Sistem pemerintahan pada masa berlakunya UUDS 1950
Sama seperti Konstitusi RIS, UUDS 1950 juga menganut sistem pemerintahan parlementer. Menurut UUDS 1950 presiden berfungsi sebagai kepala negara. Meski presiden merupakan bagian dari pemerintah, tanggung jawab pemerintahan berada di tangan perdana menteri bersama para menterinya. Karena  yang dianut adalah sistem parlementer, presiden dan wakil presiden tidak boleh diganggu-gugat. Penganggungjawab tindakan pemerintah adalah menteri-menteri, secara bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri.
d.            Sistem pemerintahan pada masa demokrasi Terpimpin
Melalui dekrit presiden 5 Juli 1959, pemerintah memberlakukan kembali UUD 1945. Itu berarti bahwa sejak itu sistem pemerintahan yang harus dijalankan adalah sistem pemerintahan persidensial berdasarkan UUD 1945. Sebagai bagian dari pelaksanaan sistem demokrasi terpimpin, pelaksanaan sistem pemerintahan presidensial kala itu juga mengalami penyimpangan dari kerangka yang telah ditetapkan dalam UUD 1945. Hal ini disebabkan karena prinsip pemisahan kekuasaan negara dan sistem check and balances yang menjadi pilar utama sistem pemerintahan presidensial telah diabaikan. Walaupun demikian, perlu pula dicatat bahwa ada beberapa keberhasilan yang dicapai oleh pemerintah selama masa demokrasi terpimpin.
e.             Sistem pemerintahan pada masa Orde Baru
Pada masa orde baru, sistem pemerintahan yang digunakan adalah sistem presidensial sampai berakhirnya pemerintahan Orde baru yang otoriter karena gerakan mahasiswa yang mendesak Presiden Seoharto turun dari jabatannya. Kini kita tengah memasuki era pelaksanaan sistem pemerintahan presidensial berdasarkan UUD 1945 yang sudah diamandemen.


1.            Pembagian Kekuasaan Negara menurut UUD 1945

  1. Setelah mengalami perubahan selama 4 kali berturut-turut (tahun 1999-2002), lembaga negara yang ada di Indonesia mengalami pengurangan sekaligus juga penambahan.
Lembaga negara yang dihapus adalah Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Sementara itu, MPR melalui amandemen UUD 1945 juga membentuk 2 lembaga negara tingkat pusat yang baru, yaitu Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Mahkamah Konstitusi (MK). Selain itu, ada juga lembaga lain yang disebut Komisi Yudisial (KY).
  1. Sesuai prinsip sistem pemerintahan presidensial, terdapat larangan rangkap jabatan di antara para pejabat lembaga negara tingkat pusat.
  2. MPR kini tidak lagi berkedudukan sebagai pelaksana sepenuhya kedahulatan rakyat.
Kini, MPR RI tinggal mempunyai 4 kekuasaan; a) Mengubah Undang-Undang Dasar; b) Menetapkan Undang-Undang Dasar; c) Melantik Presiden dan Wakil Presiden hasil pilihan rakyat; d) Memberhentikan Presiden dan atau Wakil Presiden.
  1. DPR telah dikukuhkan kedudukannya sebagai lembaga pembuat undang-undang.
DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar, DPR mempunyai hak budget, hak inisiatif, hak amandemen, hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.
  1. Selain DPR ada lembaga perwakilan daerah, dalam bentuk Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Anggota DPD dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum yang jumlah seluruhya tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota DPR. DPD bersidang sedikitnya sekali dalam setahun dan susunan serta kedudukan serta kedudukannya diatur dengan undng-undang.
  1. Persiden tidak lagi menjadi lembaga pemegang ”kekuasaan membuat undng-undang”; kekuasaan itu kini dialihkan kepada DPR. Presiden lebih sebagai pemegang kekuasaan eksekutif.
Dalam hal mengangkat dan menerima penempatan duta, presiden memperhatikan pertimbangan DPR.  Dalam memberi grasi dan rehabilitasi (dua hal yang menyangkut persoalan hukum), presiden memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung; sedangkan dalam memberi amesti dan abolisi (dua hal yang menyangkut masalah politik), presiden harus memperhatikan pertimbangan DPR. Dalam pemberian gelar, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan oleh persiden harus diatur dengan Undang-Undang.
  1. Kedudukan Mahkamah Agung sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman yang merdeka.
MA berwenang untuk: a) mengadili pada tingkat kasasi; b) menguji peraturan perundang-undangan  dubawah undang-undang terhadap undang-undang; dan c) melaksanakan wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.
Calon Hakim Agung diusulkan Komisi Yudisial kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapakan untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai Hakim Agung olah Presiden. Sedangkan Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh Hakim Agung.
  1. Keberadaan Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman.
Mahkamah Konstitusi berwenang untuk: a) mengadili pada tingkat pertama dan terakhir (yang putusannya bersifat final) untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar; b) memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUD; c) memutus pembubaran partai politik; d) memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Selain itu, Mahkamah Konstitusi juga wajib memberikan keputusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan atau Wakil Presiden.
  1. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah lembaga yang bebas dan mandiri dengan tugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara.
Anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memerhatikan pertimbangan DPD dan diresmikan oleh Presiden.


2.            Sistem Checks and Balances menurut UUD 1945

Undang-Undang Dasar 1945 juga mengatur sistem checks and balances antara lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Checks and Balances tersebut secara ringkas dapat digambarkan sebagai berikut.
SISTEM CHECKS AND BALANCES
MENURUT UUD 1945
LEGISLATIF
EKSEKUTIF
YUDIKATIF
v  MPR memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden
v  DPR mengawasi Presiden dengan hak angket, hak interpelasi, hak budget, dan lain-lain
v  DPR dapat menyetujui/menolak perjanjian internasional
v  DPR memberi pertimbangan dalam pengangkatan duta, dan memberi amnesti dan abolisi
v  DPR memberi persetujuan tentang pencalonan Hakim Agung dan memilih 3 calon Hakim Konstitusi
v  Presiden mengangkat Hakim Agung
v  Presiden memilih 3 Hakim Konstitusi
v  Mahkamah Agung berhak me-review peraturan pemerintah dan lain-lain
v  Mahkamah Konstitusi memutuskan apakah Presiden/Wakil Presiden bersalah
v  Mahkamah Konstitusi berhak me-review undang-undang

Hak untuk melakukan review (disebut juga hak untuk melakukan judical review), yaitu menentukan apakah isi sebuah peraturan perundang-undangan (undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, dan lain-lain) sesuai atau tidak dengan peraturan perundang-undangan yang ada di atasnya. Karena yang diuji adalah isi/materi suatu peraturan perundang-undangan, hak ini sering juga disebut hak uji material.
Lembaga penjaga Undang-Undang Dasar umumnya memiliki hak menguji secara material undang-undang, yaitu menguji apakah isi suatu undang-undang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar atau tidak. Fungsi pokok lembaga itu adalah menjaga agar ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Dasar tidak disimpangi oleh para pembentuk peraturan perundang-undangan lainnya. Dalam sistem ketatanegaraan RI, hak semacam ini hanya dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi, bukan Mahkamah Agung.
Mahkamah Agung hanya mempunyai kewenangan untuk menetapkan sah atau tidaknya suatu peraturan di bawah undang-undang dengan alasan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi derajatnya. Dengan kata lain, Mahkamah Agung hanya mempunyai hak uji material terbatas terhadap peraturan perundang-undangan, yaitu peraturan perundang-undangan yang lebih rendah derajatnya dari undang-undang.
Tampak bahwa kini telah dicoba untuk menyeimbangkan kekuasaan antarlembaga negara.

Naskah Film Berawal dari Mimpi



BERAWAL DARI MIMPI


Kelas               : XII  NS  7
Kelompok       : 1

*            Produser                      : Meidita Ayu Prihandini
*            Sutradara                     : Sufie Bhaskara
*            Astrada 1                    : Muhammad Azhar F.
*            Astrada 2                    : Resti Anggraeni P.A.
*            Astrada 3                    : Sohifatul Hayati
*            Penulis skenario          : Dhini Aulia Phasa
*            Penata kamera 1          : Aji Budianto
*            Penata kamera 2          : Elif Lintang A.
*            Penata properties 1      : Firman Setia Budi
*            Penata properties 2      : M. Saekhoni
*            Penata properties 3      : Azmiatun Nisa
*            Penata cahaya             : Tyas Fauziah
*            Tim editing 1               : M. Garis Rozzaqi Win
*            Tim editing 2               : Sheradika Intan R.
*            Tim editing 3               : Ikhda Asyarotun N.
*            Penyunting                  : Wihdati Martalyna

Para Pemain
                                               
Sebagai
Sheradika Intan                                                                       Intan
Meidita Ayu Prihandini                                                           Dita
Sufie Bhaskara                                                                        Sufie
Muhammad Azhar F.                                                              Azhar
Resti Anggraeni P.A.                                                               Resti
Sohifatul Hayati                                                                      Yayat
Dhini Aulia Phasa                                                                   Dhini
Aji Budianto                                                                            Aji
Firman Setia Budi                                                                   Firman
M. Saekhoni                                                                            Oni
Azmiatun Nisa                                                                         Azmi
Tyas Fauziah                                                                           Tyas
Ikhda Asyarotun N.                                                                 Ikhda
Wihdati Martalyna                                                                  Lina
Elif Lintang A.                                                                         Ibu kos
M. Garis Rozzaqi Win                                                             Pak guru




BERAWAL  DARI  MIMPI


Mentari mulai menampakkan dirinya, hari ini akan menjadi hari yang cerah. Di sisi lain, seseorang masih tertidur dengan pulasnya. Walau jam dinding di kamarnya telah menunjukkan angka 06.30, kokok ayam telah beradu dengan knalpot motor, dan hiruk-pikuk rumah kecil itu sudah terdengar, tak juga membangunkan orang itu, hingga suara menggelegar itu berbunyi…
Intan             : (Masih tertidur dengan pulasnya)
Bu Kos         : “INNTAAANNN……” (berteriak dengan kencang)
Intan             : (Kaget dan terbangun dari tidurnya. Duduk di atas tempat tidurnya masih dalam keadaan setengah sadar)
Bu Kos         : (Mendekati pintu kamar Intan dan berbisik) “Sudah bangun kan?”
Intan             : (Dengan mata yang masih kiyep-kiyep) “He’emm…” (Sambil mengangguk)

Intan terbelalak melihat jam dinding silver yang tergantung di tembok kamarnya. Tanpa berpikir panjang, dia langsung loncat dari tempat tidurnya meraih handuk yang tergantung dan berlari menuju kamar mandi.
Intan             : “Waaahhh… Gawattt…!!! Ku bisa telat nih...”

Intan keluar dari kos-kosannya dengan terburu-buru, dia pergi ke sekolahnya dengan mengendarai si utut (sepeda kesayangannya). Pagi ini, jalan raya telah dipenuhi kendaraan yang lalu lalang. Sepanjang perjalanan, Intan terus menggerutu pada dirinya sendiri, sambil tetap mengayuh sepedanya dengan kecepatan tinggi.
Intan             : (berlari keluar rumah) “Bu, aku pergi dulu. Assalamualaikum…” (menyambar sepedanya)
Ibu Kos        : (Melihat Intan yang sedang terburu-buru sambil mengelap piring yang sedang dipegangnya dengan kain lap) “Waalaikum salam…. Intan… Intan.” (menggelengkan kepala)
Intan             : (mengayuh sepedanya dengan kencang) “Aduuh.. bisa telat nih…” “Hahh…” (menggeleng-gelengkan kepalanya) “Gara-gara skenario!!” (memukul gagang sepedanya)

Beberapa menit kemudian, Intan memasuki gerbang sekolah. Suasana hening sekolah menandakan proses belajar mengajar telah di mulai. Intan segera berlari menuju kelasnya. Guru kesenian telah berada di kelas. KBM pun dimulai.
Intan             : (mengetuk pintu) “Pagi, Pak.” (berjalan menuju meja guru dan bersalaman dengan gurunya) “Maaf Pak, telat.”
Pak guru       : “Ya sudah, duduk.” (sambil menggerak-gerakkan tangannya sebagai isyarat)
Intan             : (menuju tempat duduknya)
Tyas              : “Kenapa lama banget sih…?”
Intan             : “Hmm…” (senyum terpaksa)
Tyas              : “…..???” (bingung)
Pak guru       : “Kita lanjutkan materi yang kemarin…” (menjelaskan materi yang dibawakannya)

Bel berbunyi, menandakan pergantian jam pelajaran. Pak guru menyuruh penulis skenario tetap di kelas. Disinilah Intan mulai dimarahi oleh gurunya.
Pak guru       : “Sudah bel, kita lanjutkan minggu depan. Oiya, naskah skenarionya di kumpulkan.”
SiswaXX         : “Iya, pak…”
Sufie             : “Attention! Greeting!”
SiswaXX         : “Good bye, sir…”
Pak guru       : “Bye... Assalamualaikum wr.wb.”
SiswaXX         : “Wa’alaikumsalam wr.wb.” (berhamburan keluar kelas)
Meldi            : (menuju meja guru memberikan skenario)
Pak guru       : ( membaca naskah skenario Meldi) “Bagus, ceritanya menarik. Tinggal persiapan buat ngambil gambarnya.”
Intan             : (masih membereskan buku-bukunya)
Meldi            : “Iya, Pak.. Makasih Pak.” (keluar kelas)
Pak guru       : “Iya.. iya..” (menganguk)
Intan             : “Ini Pak” (menyerahkan skenarionya)
Pak guru       : (membaca naskahnya) “Sebenarnya ini ceritanya tentang apa?” (mengeryitkan dahinya) “Alurnya nggak jelas”
Intan             : “Ceritanya itu tentang anak desa yang mendapat beasiswa untuk sekolah di kota”. (mulai gugup)
Pak guru       : “Idenya sudah cukup menarik, tapi jalan ceritanya nggak bagus sama sekali. Bagian awal sama akhirnya itu, nggak nyambung. Ceritanya juga terlalu berbelit-belit. Kalau kaya’ gini, orang yang nonton bakalan bingung. Naskah ini kamu bikin sendiri?? Atau bareng sama teman-teman kelompok?”
Intan             : (menunduk) “Bikin sendiri Pak.”
Pak guru       : “Kaya’ gini nih.. Kalau kamu nggak bisa bikin skenario, harusnya minta bantuan temen lainnya. Jangan bikin sendiri kaya’ gini. Ini pasti bikinnya dadakan kan?? Buat film ini tugas kelompok, nggak bisa kalau cuma sendiri. Apalagi kalian baru pemula.”
Intan             : “Iya, Pak. Maaf..”
Pak guru       : “Sekarang panggil teman-teman yang lain, suruh ke sini.” (Menggerak-gerakkan tangannya sebagai isyarat)

Intan memanggil teman-teman yang lain untuk menghadap guru kesenian mereka. Tidak lama kemudian mereka sudah berjejer di depan meja guru untuk menerima masukan dan kritik dari guru mereka. Selama guru mereka berbicara, mereka hanya terdiam dan menunduk. Tidak berani mengeluarkan sepatah katapun.
Pak guru       : “Ya sudah, sekarang kalian saya kasih waktu dua hari untuk bikin skenario lagi. Tapi, alur skenarionya harus jelas. Jangan seperti ini. Jadi, nanti orang yang nonton itu bisa mengerti maksudnya.”
Intan             : “Iya pak..” (mengangguk)
Pak guru       : “ Yang lainnya juga bantu. Jadi yang kerja nggak cuma Intan. Ingat, dua hari lagi harus sudah jadi. Kalau bisa besok.”
SiswaXX         : “Iya Pak, insyaallah..”
Pak guru       : “Ya sudah sana kembali ke kelas.”
SiswaXX         : “Makasih Pak, permisi.” (menyalami tangan gurunya)

Di kelas, suasana sangat gaduh. Sama seperti hari lainnya, kalau guru mereka tidak masuk kelas (jam kosong). Mereka masuk ke dalam kelas tanpa semangat, tidak mempedulikan suasana kelas yang lebih mirip seperti pasar ikan.
Tyas              : “Terus skenarionya gimana?” (berhenti berjalan)
Lina              : “Sekarang bikin yuh, biar cepet selesai”.
Azmi             : “Iya wis yuh..”
Ikhda            : “Laahh… Males banget keh.. Wis diganyami gon bikin skenario maning.. dikumpulinne 2 dina maning, maning! Yang harusnya bikin sapa sih…?” (dengan muka jutek)
Intan             : “Heh, kalau nggak mau mbantu bikin ya wis oh… Ora usah ngomong kaya kuwe..” (marah, melihat ke arah Ikhda)
Dhini            : “Wis oh… Engko ora dadi-dadi keh...”
Oni               : “Lah, kamu kemarin ditawarin kerjain bareng ora gelem. Saiki wis kaya kiye,, lah sibuk…!!” (menyalahkan Intan)

Mendengar perkataan Oni, Intan hanya terdiam. Teman-teman yang lain pun ngangguk-ngangguk menyetujui pendapat Oni dan berpencar (menuju tempat duduk masing-masing) meninggalkan Intan yang berdiri mematung.

Malam hari, di kamar yang tidak terlalu besar, Intan sibuk memikirkan skenario yang akan dibuatnya. Intan terus menuangkan gambaran yang ada di benaknya ke dalam kertas HVS berukuran 4A yang pada akhirnya akan dia robek dan di buang ke tempat sampah. Semakin keras ia mencoba, semakin banyak kertas yang masuk ke dalam tong sampah. Dia semakin stress memikirkan cerita yang akan dibuatnya, tetapi dia tidak mau menyerah secepat itu.

Gelap berganti terang, sinar mentari masuk melalui celah-celah kecil memancarkan cahayanya di kamar yang lebih mirip seperti kapal pecah. Bunyi jam beker yang berdering, sontak membangunkan pemilik kamar tersebut.
Intan             : (mematikan jam bekernya dengan sebelah tangan) “Hooahh…” (menguap)
Intan masih berada di atas kasurnya yang penuh dengan kertas-kertas. Melihat kertas-kertas itu diapun tersenyum. Dia tidak bisa menahan kebahagiaannya karena berhasil menulis skenario dalam semalam. Intan langsung mengambil Hp dan mulai mengetik sms kepada teman-temannya dengan keadaan senang. Reaksi teman-teman yang menerima smsnya pun bermacam-macam.
Temand2…
Skenarionya sudah jadi… ^_^
Hari ini kumpul di DPR jam 09.00. Ocere…

Teman-teman Intan, sedang berkumpul di DPR (di bawah pohon rindang) sekolahnya (SMA N 1 Slawi). Mereka duduk melingkar, sembari menunggu keputusan guru mereka tentang skenario baru, dengan harap-harap cemas.
Azhar            : “Endi sih, Intan? Daning suwe nemen?”
Tyas              : “Sabar oh.. Nggak sabaran banget sih.”
Firman          : “Lah.. kesuwen. Balik bae yuh…?”
Resti             : “Aja kaya kuwe oh…”
(Intan sedang berjalan menuju ke tempat teman-temannya)
Yayat            : “Gimana Tan, diterima?” (sedikit berteriak)
Intan             : (berlari menghampiri teman-temannya dan sambil tersenyum-senyum senang) “Kata Pak DP kita harus nyari lokasi buat pengambilan gambar, soalnya waktunya dah mepet.”
Dhini            : “Ya udah, yang penting naskahnya udah bisa diterima. Kalau nyari lokasinya besok aja gimana?”
Firman          : “Daning esuk ? saiki bae owhh… langka waktu maning, wis mepet ngerti…”
Lina              : “Tapi, nyari lokasinya dimana?”
Oni               : “Emang ceritanya tentang apa sih…?”
Aji                : “Heeh, kowen durung ngerti? Aku be durung.”
Firman          : “Iya, Ji. Iyaa???” (meledek)
Sufie             : “Tan, naskahe endi?”
Intan             : (menyerahkan kopian naskahnya ke sufie) “Judulnya kembali ke alam. Jadi ini itu, menceritakan tentang anak kota yang bosan dengan kehidupan yang serba modern. Terus, dia pergi ke desa untuk mencari ketenangan. Menikmati pemandangan indah yang ada di pedesaan. Yah.. pokoknya kayak gitulah…”
Azhar            : “Terus?”
Intan             : “Nah,, terus……..” (menceritakan cerita skenario kepada teman-temannya)

Intan menceritakan skenario yang dia buat. Teman-temannya mendengarkan dengan seksama, mereka terkagum-kagum mendengar ceritanya, ini membuat hati Intan senang.
Semua           : “Woow,,, keereenddd…”
Aji                : “Ya wiz,, saiki mumpung esih yawene, goleti tempat yuuh.. ngo shutting.. pmen kanca…???setuju…???”
Oni               : “Yyuuuhhh…,,, saiki pada njukut motor oo….”
Intan             : “Teruz aku mbonceng sapa..???”
Firman          : “Kowen ndayak bae owh…” (tertawa)
Tyaz              : “Huuzz,,, ja kayak kwe owh…yuh ntan karo aku bae….”

Di depan gerbang sekolah, dengan motor masing-masing (bagi yang membawa motor) mereka sudah siap untuk pergi, tapi mereka belum tahu dan belum menentukan tempat yang akan mereka tuju.
Ikhda            : “Ya aku mbeke kelingan…,, tempate nang ngendi..???”
Sufie             : “Wiz gen,, nurut bae,,, mikire nang ndalan bae,,, mbokan olih inspirasine nang ndalan…”
Firman          : “Yawiz,,, ssiiiiippp…”

Akhirnya mereka berangkat tanpa tujuan yang jelas. Namun ditengah perjalanan tiba-tiba Aji berhenti mendadak dan menepi ke pinggir jalan. Semua teman-teman pun ikut berhenti dan menepi.
Oni               : “Ji kwen ning ngapa…???”
Aji                : “Duh,, daning wetenge aku mules yah…”
Firman          : “Gari ngomong pan ngentut be…”
Aji                : “Asempt kon man,,,kayane wetenge aku lagi mikir kyeh…pan olih inspirasi,,,”
Sufie             : “Inspirasi–inspirasi…,, mang pan olih inspirasi apa lhen…???”
Aji                : “Ngko gen,,sedelat-sedelat….kalem gen…”
Anak cewe   : “Wooyyy,,,gagian owwhhh,,,lagi pada apa sih…??? Arisann…??? Panas kyeh…”
Aji                : “Kyeh wetenge aku kas ngomong kayak kiye…tempat lokasine nang cacaban…pimen…????”
Semua           : “Yawiz lah…karepmu wis Ji…wis panas kyeh..”
Aji                : “Yawiz yuh mangkat…”

Kemudian mereka semua melanjutkan perjalanan menuju waduk paling terkenal di kabupaten tegal yaitu CACABAN. Sambil bercanda, motor mereka terus melaju beriringan melewati jalan yang tidak terlalu ramai. Mereka terlihat sangat senang. Karena hari semakin panas, salah satu dari mereka mengusulkan untuk transit dulu ke rumahnya Dhini untuk berpesta ria (makan dan minum gratis maksude…).
Sufie             : (Sambil menyetir) “Heh kanca, transit neng umahe Dhini yuuh…” (sedikit berteriak)
Dhini            : “Bilang aja, mow ngadem + makan minum gratis..” (menyindir)
Oni               : “Lah, kwe sing ditunggu-tunggu…”

Sesampainya di rumah Dhini, mereka langsung duduk-duduk di teras belakang rumahnya. Mereka beristirahat sejenak (sambil menikmati makanan dan minuman yang disediakan oleh Dhini) karena mereka telah menempuh perjalanan yang sangat panjang (slawi – penusupan. Hehe..). Tak jauh dari rumahnya Dhini terdapat sawah (yang ditanami padi yang hampir menguning) yang terbentang, sangat indah. Mereka pun tertarik untuk jalan-jalan ke sana (sambil berfoto ria).
Firman          : “Aseempptt kyeh,, sapa sih sing ngusulna maring umahe Dhini.. dalane apiikk nemeng sung..” (ekspresi tak jujur)
Aji                : “Mbuh kweh sapa..”
Sufie             : “Daning pada ngresula kabeh,,,wiz mending dimein panganan..” (mengambil makanan dari piring)
Oni               : “Ya kweh ora pada bersyukur.”
Intan             : “Mbak yaz,,,mbak yazz…” (muka narsis)
Tyaz              : “Apa…???apa???”
Intan             : “Mumpung mbak…mumpung…” (tersenyum lebaar)
Tyaz              : “Mumpung apa…???” (bingung)
Dita              : “Kiye lho MbakYaz,,daerah narsis.com…”
Tyaz              : “Owh ngomong awit mau owh…jjuuuhhh…” (berdiri)
Yayat            : “Ikuuttt….” (berlari mengikuti tyas dan Intan diikuti teman-teman yang lain)

Melihat anak-anak cewek yang berjalan ke arah sawah, anak-anak cowok pun tertarik untuk melihat-lihat pemandangan. Disaat anak-anak cewek sedang berfoto-foto dengan narsisnya, anak cowok hanya melihat dari kejauhan.
Oni               : “(istighfar)…donge niate mene pan apa sih…???” (menggeleng-gelengkan kepala)
Aji                : “Dhewek aja kalah oowwhh…”
Firman          : (seperti mendapatkan ide) “Heeh… ngko ndisit sih…ngko ndisit”
Sufie             : “Ana pa man…???kaya wong kesurupan bae..” (bercanda)
Firman          : “Kowen ora pada mikir apa..???”
Aji                : “Mikir apa Man ???mange kwen bisa mikir..??”
Firman          : “Asempt kowen Ji,,,dantem matane tuli…ngeneng kyeh,,,dhewek nggo apa sih adoh - adoh meng cacaban,,lha wong neng kene be tempate apik koh,,nggo shutting..”
Azhar            : “Iya tah iya ya.” (mengangguk)
Firman          : “Kowen tah iya-iya tok pintere…ya wiz saiki dhewek survei yuhh..”

Anak-anak cowok berjalan melihat pemandangan sekeliling. Melihat anak-anak cowok pergi, anak-anak cewekpun mengikuti mereka. Melewati sawah-sawah yang ditanami padi, jagung, dan tebu. Walaupun matahari berada tepat di atas kepala, tak menyurutkan langkah mereka untuk terus berjalan. Sungguh pemandangan yang indah. Setelah berjalan cukup jauh, merekapun kelelehan dan beristirahat di sebuah gubug yang sangat tua. Gubug itu cukup besar dengan ukuran kurang lebih 2x3 m, hanya terdiri dari 4 kayu penyangga, atap genteng tanpa lantai (langsung menginjak tanah) dan tanpa sekat.
Resti             : “Panas nemen yah..” (sambil mengibas-ngibaskan tangannya)
Lina              : “Nggak ada yang ngomong dingin kan?”
Firman          : (menjegal Aji) “Pimen sih Ji.. Kalo jalan yang bener ow…”
Aji                : (tersandung dan terjatuh) “Apa keh?” (mengais-ngais tanah disekitarnya terjatuh)
Azhar            : “Lagi apa sih, laka pegawean nemen sung!!”

Aji tidak mempedulikan kata-kata Azhar, dia terus saja mengais-ngais tanah itu. Karena penasaran, mereka pun bergerombol mengelilingi Aji. Di sana Aji menemukan sebuah peti yang didalamnya terdapat sebuah buku. Sepertinya buku itu telah lama terkubur, karena terlihat dari tulisan dan bentuknya sepertinya buku tersebut berasal dari tahun 60-an. Dan benar adanya, setelah dibaca, ternyata buku itu berisi catatan harian (diary) seseorang yang berisi perjalanan kehidupannya. Dalam diary itu, penulis tersebut juga memuat sebuah teka–teki. Merekapun tertarik untuk memecahkan teka-teki tersebut.
Dhini            : “Heeeh, itu kotak…?” (ragu-ragu)
Sufie             : “Jangan-jangan harta karun…”
Semua           : “Hiyyaahhh….”
Firman          : “Cepetan Ji,,, biasa nyangkul yak…” (menggoyang-goyangkan tubuh Aji)
Aji                : “Sabar ow.. kye laka pacule sih…?” (masih berusaha mengeluarkan kotak tersebut)
Semua           : (menyemangati Aji)
(Akhirnya, kotaknya berhasil di keluarkan)
Aji                : “Jreng.. jreng…” (mengayun-ayunkan kotaknya tanda kemenangan)
Yayat            : “Isine apa…?”
Intan             : “Di buka ow Ji…”
Sufie             : “Lah, suwen…” (mengambil kotak dari tangan Aji) “Mene…!” (ingin membuka kotak tersebut)
Tyas              : “Jangan-jangan isinya emas”
Firman          : “Berlian, sung, Yas…” (mengangkat jempolnya)
Resti             : “Peti harta karun…”
Azhar            : “Masih unsum, jaman saiki kaya’ kwe..?”
(Sufie membuka kotak itu pelan-pelan dan sangat hati-hati, membuat yang lain semakin gugup)
Semua           : “BUKU…???” (hampir kompak)
Firman          : “Wis ditunggu nemen-nemen ya.. Buku..!!”
Lina              : “Buku apa sih..?”
Dhini            : “Ngak tau..”
Intan             : “Kaya’ buku agenda”
Sufie             : “Ini buku harian, ngerti..” (sambil membolak-balikkan halaman buku tersebut)
Resti             : “Buku hariannya sapa? Bacain ow…”
Firman          : “Buku harian be diurusi… Ora penting nemen sih…”
Oni               : “Kecuali kalo buku hariannya aku laahhh…”
Azhar            : “Lewih-lewih ora penting..”
Semua           : (ketawa)

Masih di tempat dimana mereka mendapatkan buku tersebut, mereka duduk melingkar  dan mulai membaca buku tersebut. Mereka semua terdiam ketika Tyaz membacakan buku tersebut. Namun seperti biasa, Firman memecahkan keheningan tersebut dengan candaannya.
Firman          : “Sing nulis wong kan, Mbak Yaz ...????”
Semua           : “Ya iyalah...masa kowen,,,..”
Firman          : “Wong gemiyen..???”
Oni               : “Dudu owh,, pitechantropus ngerti...”
Semua           : (tertawa)
Dhini            : “Eh, coba lihat se…” (mengambil buku itu, dan membuka halaman per halaman) “Kaya’nya buku ini menarik dech…”
Intan             : “Masa.????perasaan biasa aja deh..”
Oni               : “Dasar intan,,,kabeh dianggap biasa,,”
Sufie             : “Eakh,,apa si sing dianggap luar biasa bagi Intan..???”
Intan             : “Ya aku dong..” (tangannya menunjuk ke arah dirinya sendiri)
Azhar            : “Iya luar biasa ancur..hahahahaha” (tertawa)
Dita              : “Heh,,lagi pada ribut apa sih??? dhewek kyeh kas nemukna harta karun ngerti...”
Firman          : “Harta karun apane...???buku buluk kaya kuwe ka,,,suka dikilo bae owh...terus olih dhuwit,,kena mangan nang lombok ijo owh,,tapi nggo aku bae sih..” (tertawa sendiri)
Tyaz              : “Dasar Firman, mata dhuwitan! Bener sing diomongna dita owh,,, Dhewek kyeh kas nemukna harta ngerti,,, Berupa sejarah seorang tokoh, mungkin kita itu terpanggil untuk mengharumkan namanya...”
Intan             : “Yaapz,,, Betul banget tuuhh... Kalo kita mengharumkan namanya, kita kan bisa terkenal,,, terus diwawancarai kaya artis, masuk berita, masuk tv, terus jadi artis kaya jojo dan sinta gitu..,,, foto-foto...”
Yayat            : “Heh..mule kyeh...durung apa-apa wiz mikir anjog mono..,,,”
Sufie             : “Yen Imajinasi aja dhuwur-dhuwur gen,,,mbokan tiba,,ngko lara...”
Resti             : “Wiz rampung arisane...???sing olih sapa...???”
Tyaz              : “Diiih Mbak Res,,,mutung sung...”

Kemudian mereka kembali mendengarkan isi buku tersebut. Mereka membolak-balikan halaman, satu per satu. Mereka semua terdiam lagi. Suasana sunyi, seolah–olah angin, pepohonan dan rerumputan ikut menyaksikan buku tersebut. Hanya suara Tyas yang terdengar mengisahkan lembaran demi lembaran cerita tersebut.
Tyaz              : (berhenti membaca)
Ikhda            : “Kenapa Mbak Tyaz..???”
Tyaz              : “Aneh banget deh...”
Lina              : “Mang apanya yang aneh..???”
Tyaz              : “Jangan-jangan emang bener ada harta karun..”
Semua           : “HARTA......!!!!!!!!!”
Tyaz              : “Coba deh kalian baca bagian ini...” (menunjukkan bagian yang dimaksud sambil menyodorkan buku tersebut)
Firman          : “Ader ana… harta karun neng tegal...???”
Oni               : “Mungkin saja...”
Sufie             : “Yawiz yuuh,, saiki dangkati owh,,...”
Azhar            : “Diangkati apane..???”
Sufie             : “Jarene pan ngoleti harta karun,,, dening isih njeketem bae nang kono...”
Aji                : “Dasar mata papat.!! dhewek pan ngoleti nggo apa ? lho ken dhewek pan ngoleti se-kabupaten tegal,, mikir owh...”
Sufie             : “Ekh iya,,ya,,,” (mengangguk)
Tyaz              : “Heh, baca lagi sih.. kaya’nya ini petunjuk deh. Tapi maksude apa sih…? Bahasane mbingungi…”
Resti             : “Endi sie..?” (mengambil bukunya)
Tyaz              : “Nie,,,” (menunjuk ke paragrah yang di maksud)
Sufie             : “Heh, Iya sih.. aneh banget. Masa’ ada nyanyian padang rembulan? terus bait pertama. Apa maksude ngonong,,?”
Yayat            : “Hmmm,,, mungkin ini kunci buat nemuin hartane..???”
Firman          : “Tapi carane pimen yah..?”
Aji                : “Dengaren man,,, kowen mikir...”
Firman          : “Huusss,, meneng kowen,,”

Mereka semua berfikir apa makna dari kata-kata tersebut. Semua begitu antusias dalam berfikir seolah-olah mereka mengerjakan soal matematika.
Firman          : “Aku kesel sung mikire,,”
Dhini            : “Iya, sih.. rumit nemen kehg..”
Intan             : “Coba si baca lagi..”
Azhar            : “Yang terlihat sekarang merupakan hasil dari masa lalu” (membaca buku tersebut) “apa maksude ya...???”
Dhini            : “Emm.. (berpikir)(mendapat jawabannya) “Mungkin yang dimaksud itu, lagu yang dulu sering dinyanyikan di sini...” (mengangguk)
Sufie             : “Hmm,,, Bisa aja sih,, Tapi lagu apa..???”
Dita              : “Disini tu ya, ditulis nyanyian pada saat rembulan. Berarti lagu yang dinyanyikan pas bulan purnama dong..? Iya khan..?”
Firman          : “LIR ILIR...” (berteriak)
Semua           : “Lir ilir..????”
Tyaz              : “Iya.. bener, bener.. man..” (mengacung-ngacungkan jempolnya sambil senyum-senyum)
Intan             : “Ihh.. Mba Yas centil deh..?” (melirik ke arah Tyas)
Sufie             : “Kan orang dulu sering nyanyi lagu itu ketika padang rembulan,, lagian di bagian akhir lagu itu disebutkan bukan...??”
Dhini            : “Hmm,, yaapzz bener juga sih,, Bait pertama lagu ini, mungkin gambaran tentang desa ini...”
Oni               : “Oowhh,, Berarti dari dulu tu tempat ini, daerah yang hijau dan tentram ya... ? Hebatnya,… ternyata sampai sekarang masih bisa dipertahankan..”
Sufie             : “Disini juga ditulis kalo ada pohon besar. Kira-kira pohon besar dimana?”
 Firman         : “Heh..mata papat,, kweh neng ngarep ana wit,, ora weruh..???”
Azhar            : “Ya ora owh man,, wite kayane dudu kuwe.. lagian yen manjing logika ora mungkinlah..”
Dita              : “Bener banget tuh...,,haruse pohone tuh besar dan bisa terlihat dari sini... dimana ya..??? Dhini tau..???”
Dhini            : “Entar dulu sih,, pohon ya..??? emm,, Disini pohon tu banyak. Masalahnya nentuin pohon yang dimaksud buku itu gimana?? Masa’ ngak ada petunjuknya sih…??”
Tyas              : “Iya, ini ada. Petunjuk-petunjuknya ada, kita tinggal ngikuti petunjuk ini saja ow..”
Intan             : “Kalo gitu, ayo sekarang kita cari harta karun..” (berdiri dengan penuh semangat)
Aji                : “Semangat banget sih, Tan…”

Dengan penuh semangat mereka berjalan mengikuti setiap petunjuk yang tertulis di  dalam buku tersebut. Tujuan mereka adalah pohon besar yang mungkin menyimpan harta yang mereka cari. Mereka terus berjalan dan berjalan, melewati sawah, semak-semak, jalan berbatu, dan sungai tanpa mempedulikan teriknya matahari. Namun, ditengah perjalanan mereka menemukan kendala.
Yayat            : “Heh,, Jalanne aja cepet-cepet owh.. Wis kesel kehg,,,”
Sufie             : “Lha kowen salahe cilik, akhire langkahe sitik tok....”
Yayat            : “Hiii,,Sufi tahh...”
Tyaz              : “Heeh,,ribut apa maning sih...???”
Yayat            : “Mbuh kuweh Sufi..”

Yayat berlari mengejar teman-temannya tanpa memperhatikan jalan. Karena berjalan terburu-buru, yayat terjatuh. Kakinya berdarah terkena kerikil. Yayatpun tidak bisa meneruskan pencarian mencari harta tersebut.
Yayat            : “Aduuhhh....” (terjatuh)
Oni               : “Yayat , kamu nggak apa-apa..???”
Firman          : “Pimen sih On, kanca tiba mung ditakoni kaya kue,, tulungi kek,,, mesti ya kenang ngapa-apa owh.. statement yang buruk itu..”
Dhini            : “Yat, kakimu berdarah…”
Yayat            : “Duuhh.. sakit banget Dhini.. kayane aku nggak bisa ikut nyari pohonnya deh...”
Dhini            : “Ya udah, kita balik aja yuh…”
Intan             : “Tapi nggak semunya kan..? Ntar pohonnya gimana..???”
Oni               : “Heh.. teman lagi susah, malah mikiri kuwe, kiye tulungi sit napa?”
Intan             : “Tapi kan kita udah jauh banged.. masa mau balik lagi sih..???”
Sufie             : “Gini wis, Tyaz, Intan, Ikhda, Aji, Firman karo aku lanjutin nyari pohonnya, yang lain balik aja wis..”
Resti             : “Yawis, wis kesel men kehg…”
Semua           : (mengangguk setuju)
Sufie             : “Yuh, man...”

Akhirnya terbagi 2 kelompok, yang satu balik ke gubuk dan yang satu lagi melanjutkan perjalanan untuk mengungkap misteri dari buku yang mereka temukan. Setelah 1 jam berjalan mencari lokasi pohon yang dimaksud, akhirnya mereka menemukan pohon tersebut. Pohon itu terlihat seperti pohon-pohon pada umumnya, tidak ada yang istimewa. Hanya sebuah pohon besar yang cukup tua.
Firman          : “Kiye..??” (menunjuk ke arah pohon yang dimaksud)
Sufie             : “Kayonge iya. Edan akh,,adoh men sung.”
Ikhda            : “Terus apa..??”
Tyaz              : “Baca lagi, baca lagi, petunjuk selanjutnya..” (sambil membaca buku tersebut) “Hah…??” (bingung tapi lucu)
Intan             : “Pimen mbak yaz,, apa maning..???”
Tyaz              : “Disini ditulis kalo kita harus membuka cakrawala hati dengan melihat di puncak tertinggi. Maksude apa..??”
 Sufie            : “Mungkin kita disuruh melihat sesuatu dari atas pohon.  Saiki sapa sing pan menek wit kiye..???”
Aji                : “Kweh owh si firman,, biasa dolan nang alas ya,, malahan pawange ndean..”
Firman          : “Asempt kowen ji,, yen misale hartane ketemu,, kowen ora pan tak bagi sung..”
Ikhda            : “Wis lahh.. biasa menek be..??”
(Firman memanjat pohon itu, perlahan tapi pasti. Akhirnya dia sampai juga di atas. Dan melihat-lihat sekeliling dari atas pohon itu.)
Sufie             : “Katon apa, man??”
Firman          : “kwen katon nemen sung..”
Aji                : “Ya, iyalaah…”
Tyas              : “Ada tiang listrik nggak??”
Firman          : “Ana, neng PLN akeh meng…”
Intan             : “Serius oh, man..”
Firman          : “Lah, neng tengah sawah takonne tiang listrik, ya laka ow..”
Tyas              : “Ya tiang apa wis, sing penting tiang”
Firman          : “Laka mba yas…”
Tyas              : “Tapi, disini ditulis tiang dan bebek bersama, beda bentuk, beda ukuran, tapi sama. Tak mudah hancur (atos) dan tanpa cahaya takkan tampak.  Maksude..?”
Aji                : “Tiang karo bebek...? Ora nyambung nemen..”
Sufie             : “Mungkin angka 12, tiang itu satu, bebek itu 2, digabung jadi 12. Tapi maksud kalimat selanjutnya apa??”
Tyaz              : “Mungkin benda yang keras. Hmmm benda keras? Mungkin kita harus nyari benda keras yang ada 12..”
Ikhda            : “Sih, apa…?”
Sufie             : “Batu mbak yaz...”
Firman          : “Dapat, aq dah tahu.” (kegirangan dan lepas kendali) (terjatuh dari atas pohon) “Ahh…”
Intan             : “Heh, Firman!!” (berteriak panik, mendekati firman yang tergeletak di tanah)

Firman yang tiba-tiba terjatuh dari atas pohon, membuat teman-temannya panik. Untung dia tidak terluka, tapi, kaki kanannya terkilir sehingga dia kesulitan untuk berjalan. Menghadapi masalah seperti ini mereka bingung akan meneruskan pencarian harta tersebut atau harus berhenti cukup sampai di sini.
Sufie             : (menyamdarkan firman ke pohon) “Ra papa, Man?”
Firman          : “Ra papa apane..? Sakit kehg…”
Aji                : “Yawis, saiki balik bae yuh..”
Intan             : “Laahh… terus harta karunnya gimana?”
Tyas              : “Ya nggak jadi…”
Intan             : “Lah, udah jauh-jauh yak..”
Sufie             : “Tapi, Firmannya lagi kaya’ gini sih..”
Ikhda            : “Mungkin ini pertanda, kita  ngak usah nyari hartanya wis… Tadi Yayat, sekarang Firman, engko sapa maning…???”
Firman          : “Aku wis ngileng..” (memotong perkataan Ikhda)
Intan             : “ngileng apa?”
Firman          : “Tiang karo bebek, kue dudu angka 12…”
Aji                : “Sih…?”
Firman          : “Ya tiang karo bebek. Kaya kiye keh…”  (mengambil ranting pohon dan menggambar apa yang di lihat dari atas pohon)

Mereka berkumpul mengelilingi Firman yang tersandar di bawah pohon. Kemudian, Firman menjelaskan apa yang telah dilihatnya, dan teman-temannya mendengarkan secara seksama. Setelah berdiskusi, akhirnya mereka menemukan petunjuk selanjutnya berupa sebuah lambang. Lambang itu bergambar lingkaran dengan bintang di tengahnya. Tapi,, mereka tidak bias menemukan petunjuk untuk menemukan lambing itu. Merekapun memutuskan untuk menghentikan pencarian tersebut.
Sufie             : “Dapat.. pasti ini petunjuk selanjutnya” (memukul kedua tangannya, layaknya seorang detektif yang berhasil memecahkan masalah)
Tyas              : “Tapi kita mow cari dimana len? Di sini nggak ada petunjuk lain…”
Ikhda            : “Mendingan kita balik bae yuh, Firman ya lagi  kaya kiye..”
Aji                : “iya wis yuh.. Wis kesel meng kehg..”
(Sufie dan Intan berpandangan seperti berbicara menggunakan bahasa batin, menanyakan apa yang harus mereka lakukan)
Sufie             : “Yawis Lah.. Mungkin itu bukan rezekinya kita”

Mereka kembali ke gubuk tua tempat mereka istirahat. Disana ada teman-teman lain yang dari tadi menunggu kedatangan mereka. Mereka kembali dengan kondisi lemas, dan wajah sedih. Sesampainya di gubuk, mereka langsung merebahkan diri mereka, karena tenaga mereka telah habis.
Dhini            : “Gimana..? Nggak dapat ya…?”
Azmi             : “Pada lemes kabeh sih..?”
Aji                : “Wis lah aja pada ngomong disit. Kehg esih kesel meng…”
Intan             : “Aduuh… saya cape’ banget. Haus.. ada yang bawa minum??”
Resti             : “Kehg… Melasi nemen sih..”
Intan             : (menerima air minum dari Resti dan langsung meminumnya sampai habis) “Makasih..” (mengembalikan botolnya kepada Resti dan bersandar di tiang gubuk itu)
Saat sedang beristirahat melepas kelelahan, Intan menemukan sesuatu di sela-sela tiang gubuk itu. Sesuatu yang bulat dan terdapat gambar bintang di tengahnya, Lambang itu!! Intan langsung meliaht-lihat di sekelilingnya. Tiba-tiba dia tahu dimana harta itu disembunyikan. Dia langsung berdiri dan menuju ke tempat yang diyakini menyimpan harta karun tersebut, di bawah sebuah pohon yang tidak jauh dari gubuk itu.
Intan             : (berjalan ke luar gubuk dan berhenti di bawah sebuah pohon)
Tyaz              : “Kenapa, Tan..?”
Intan             : (hanya terdiam)
Firman          : “Heh,,,ditakoni koh ya...”
Tyaz              : (tetap diam) “Hartanya ada dibawah sini”
Aji                : “Bisane ngerti..??”
Intan             : “Udah sih diem!! Ji,bagianne kowen kweh...”
Aji                : “Asempt..kiye pan macul nggo apa...”
Firman          : “Ya pacul owh... Kaya miki..”
Aji                : “Ea tapi nang ngendi, curut,,,”
Firman          : “Kweh ana pacul,,wiz owh dipacul lemahe...”
Aji                : “Asempt kon pada pintere ngongkoni tok,, pacul ndase tuli ....”
Firman          : “Hehehe...piiisssttt ji,,,piissst...”

Akhirnya aji mecangkul dan terus mencangkul, tiba–tiba pacul  tersebut mangenai sesuatu. Benda tersebut seperti kotak atau mungkin juga peti.
Firman          : “Akhire bagian yang aku tunggu–tunggu udah di depan mata..”
Aji                : “Heh, rewangi ya kena owh..,,,kesel kyeh maculi kaya kiye...”
Sufie             : “Diihh sing ikhlas napa...”
Aji                : “Iya bawel,,,kiye pimen kiye,.”
Oni               : “Apane sing pimen...???”
Aji                : “Laah kwen taahh...aku takon balik takon...”
Tyaz              : “Wizzz meneng,,,saiki kye peti dhewek buka yuh...”
Intan             : “Heeh betul tuh..”
Lalu mereka bersama-sama membuka peti tersebut. Setelah terbuka…
Semua           : “KOSONG.....!!!!!!!!!!!!”
Sufie             : “Akhh,,sialan nih buku,,ngerjain kita semua niihh...”
Aji                : “Iyaahhh sial banget sung!!!!!”
Intan             : “Aduuh kita ditipu ma buku buluk kaya gini...”
Firman          : “Tuuhh kan tadi apa yang aku bilang,,,mending buku buluk kaya gini jangan dipercaya sih...”
Aji                : “Mene tak buang bae bukune kyeh...”
Karena kesal Aji melempar buku itu. Aji tidak tahu kalau ada Intan dan buku itupun tidak sengaja mengenai kepala intan. “PLAAKK”

Kembali ke kamar Intan, Intan sedang tertidur ketika tiba-tiba jatuh dari tempat tidurnya.
Intan             : “Aduh…  (sambil mengelus-ngelus kepalanya) “Ajiiiii….. menjeng dehh..! (melihat sekeliling)
Intan bingung karena dia sudah berada di kamarnya. Padahal tadi dia masih bersama teman-temannya.
Intan             : “Mimpi yahh…??” (melihat kertas-kertas yang berserakan masih kosong) “Eh, skenarionya belum…!!! Gawat khegh…” (panik)
Intan mengambil kertas yang berserakan di kasurnya dan duduk di meja belajar.
Intan             : “Duhh.. Apa yah..??” (menggaruk-garuk kepalanya) “Eh..! (berpikir sejenak) “Mimpi yang tadi dijadiin cerita aja yah…” (tersenyum dan mengangguk-anggukkan kepala)

Akhirnya, Intan mendapat inspirasi untuk skenarionya. Petualangan mimpinya. Intan menuangkan lembaran-lembaran mimpinya ke dalam ukiran-ukiran tulisan dengan penuh semangat. Mungkin ini adalah buah dari kerja kerasnya yang tak mengenal putus asa. Dan semua ini berawal dari sebuah mimpi.