Jumat, 10 Februari 2012

Naskah Film Berawal dari Mimpi



BERAWAL DARI MIMPI


Kelas               : XII  NS  7
Kelompok       : 1

*            Produser                      : Meidita Ayu Prihandini
*            Sutradara                     : Sufie Bhaskara
*            Astrada 1                    : Muhammad Azhar F.
*            Astrada 2                    : Resti Anggraeni P.A.
*            Astrada 3                    : Sohifatul Hayati
*            Penulis skenario          : Dhini Aulia Phasa
*            Penata kamera 1          : Aji Budianto
*            Penata kamera 2          : Elif Lintang A.
*            Penata properties 1      : Firman Setia Budi
*            Penata properties 2      : M. Saekhoni
*            Penata properties 3      : Azmiatun Nisa
*            Penata cahaya             : Tyas Fauziah
*            Tim editing 1               : M. Garis Rozzaqi Win
*            Tim editing 2               : Sheradika Intan R.
*            Tim editing 3               : Ikhda Asyarotun N.
*            Penyunting                  : Wihdati Martalyna

Para Pemain
                                               
Sebagai
Sheradika Intan                                                                       Intan
Meidita Ayu Prihandini                                                           Dita
Sufie Bhaskara                                                                        Sufie
Muhammad Azhar F.                                                              Azhar
Resti Anggraeni P.A.                                                               Resti
Sohifatul Hayati                                                                      Yayat
Dhini Aulia Phasa                                                                   Dhini
Aji Budianto                                                                            Aji
Firman Setia Budi                                                                   Firman
M. Saekhoni                                                                            Oni
Azmiatun Nisa                                                                         Azmi
Tyas Fauziah                                                                           Tyas
Ikhda Asyarotun N.                                                                 Ikhda
Wihdati Martalyna                                                                  Lina
Elif Lintang A.                                                                         Ibu kos
M. Garis Rozzaqi Win                                                             Pak guru




BERAWAL  DARI  MIMPI


Mentari mulai menampakkan dirinya, hari ini akan menjadi hari yang cerah. Di sisi lain, seseorang masih tertidur dengan pulasnya. Walau jam dinding di kamarnya telah menunjukkan angka 06.30, kokok ayam telah beradu dengan knalpot motor, dan hiruk-pikuk rumah kecil itu sudah terdengar, tak juga membangunkan orang itu, hingga suara menggelegar itu berbunyi…
Intan             : (Masih tertidur dengan pulasnya)
Bu Kos         : “INNTAAANNN……” (berteriak dengan kencang)
Intan             : (Kaget dan terbangun dari tidurnya. Duduk di atas tempat tidurnya masih dalam keadaan setengah sadar)
Bu Kos         : (Mendekati pintu kamar Intan dan berbisik) “Sudah bangun kan?”
Intan             : (Dengan mata yang masih kiyep-kiyep) “He’emm…” (Sambil mengangguk)

Intan terbelalak melihat jam dinding silver yang tergantung di tembok kamarnya. Tanpa berpikir panjang, dia langsung loncat dari tempat tidurnya meraih handuk yang tergantung dan berlari menuju kamar mandi.
Intan             : “Waaahhh… Gawattt…!!! Ku bisa telat nih...”

Intan keluar dari kos-kosannya dengan terburu-buru, dia pergi ke sekolahnya dengan mengendarai si utut (sepeda kesayangannya). Pagi ini, jalan raya telah dipenuhi kendaraan yang lalu lalang. Sepanjang perjalanan, Intan terus menggerutu pada dirinya sendiri, sambil tetap mengayuh sepedanya dengan kecepatan tinggi.
Intan             : (berlari keluar rumah) “Bu, aku pergi dulu. Assalamualaikum…” (menyambar sepedanya)
Ibu Kos        : (Melihat Intan yang sedang terburu-buru sambil mengelap piring yang sedang dipegangnya dengan kain lap) “Waalaikum salam…. Intan… Intan.” (menggelengkan kepala)
Intan             : (mengayuh sepedanya dengan kencang) “Aduuh.. bisa telat nih…” “Hahh…” (menggeleng-gelengkan kepalanya) “Gara-gara skenario!!” (memukul gagang sepedanya)

Beberapa menit kemudian, Intan memasuki gerbang sekolah. Suasana hening sekolah menandakan proses belajar mengajar telah di mulai. Intan segera berlari menuju kelasnya. Guru kesenian telah berada di kelas. KBM pun dimulai.
Intan             : (mengetuk pintu) “Pagi, Pak.” (berjalan menuju meja guru dan bersalaman dengan gurunya) “Maaf Pak, telat.”
Pak guru       : “Ya sudah, duduk.” (sambil menggerak-gerakkan tangannya sebagai isyarat)
Intan             : (menuju tempat duduknya)
Tyas              : “Kenapa lama banget sih…?”
Intan             : “Hmm…” (senyum terpaksa)
Tyas              : “…..???” (bingung)
Pak guru       : “Kita lanjutkan materi yang kemarin…” (menjelaskan materi yang dibawakannya)

Bel berbunyi, menandakan pergantian jam pelajaran. Pak guru menyuruh penulis skenario tetap di kelas. Disinilah Intan mulai dimarahi oleh gurunya.
Pak guru       : “Sudah bel, kita lanjutkan minggu depan. Oiya, naskah skenarionya di kumpulkan.”
SiswaXX         : “Iya, pak…”
Sufie             : “Attention! Greeting!”
SiswaXX         : “Good bye, sir…”
Pak guru       : “Bye... Assalamualaikum wr.wb.”
SiswaXX         : “Wa’alaikumsalam wr.wb.” (berhamburan keluar kelas)
Meldi            : (menuju meja guru memberikan skenario)
Pak guru       : ( membaca naskah skenario Meldi) “Bagus, ceritanya menarik. Tinggal persiapan buat ngambil gambarnya.”
Intan             : (masih membereskan buku-bukunya)
Meldi            : “Iya, Pak.. Makasih Pak.” (keluar kelas)
Pak guru       : “Iya.. iya..” (menganguk)
Intan             : “Ini Pak” (menyerahkan skenarionya)
Pak guru       : (membaca naskahnya) “Sebenarnya ini ceritanya tentang apa?” (mengeryitkan dahinya) “Alurnya nggak jelas”
Intan             : “Ceritanya itu tentang anak desa yang mendapat beasiswa untuk sekolah di kota”. (mulai gugup)
Pak guru       : “Idenya sudah cukup menarik, tapi jalan ceritanya nggak bagus sama sekali. Bagian awal sama akhirnya itu, nggak nyambung. Ceritanya juga terlalu berbelit-belit. Kalau kaya’ gini, orang yang nonton bakalan bingung. Naskah ini kamu bikin sendiri?? Atau bareng sama teman-teman kelompok?”
Intan             : (menunduk) “Bikin sendiri Pak.”
Pak guru       : “Kaya’ gini nih.. Kalau kamu nggak bisa bikin skenario, harusnya minta bantuan temen lainnya. Jangan bikin sendiri kaya’ gini. Ini pasti bikinnya dadakan kan?? Buat film ini tugas kelompok, nggak bisa kalau cuma sendiri. Apalagi kalian baru pemula.”
Intan             : “Iya, Pak. Maaf..”
Pak guru       : “Sekarang panggil teman-teman yang lain, suruh ke sini.” (Menggerak-gerakkan tangannya sebagai isyarat)

Intan memanggil teman-teman yang lain untuk menghadap guru kesenian mereka. Tidak lama kemudian mereka sudah berjejer di depan meja guru untuk menerima masukan dan kritik dari guru mereka. Selama guru mereka berbicara, mereka hanya terdiam dan menunduk. Tidak berani mengeluarkan sepatah katapun.
Pak guru       : “Ya sudah, sekarang kalian saya kasih waktu dua hari untuk bikin skenario lagi. Tapi, alur skenarionya harus jelas. Jangan seperti ini. Jadi, nanti orang yang nonton itu bisa mengerti maksudnya.”
Intan             : “Iya pak..” (mengangguk)
Pak guru       : “ Yang lainnya juga bantu. Jadi yang kerja nggak cuma Intan. Ingat, dua hari lagi harus sudah jadi. Kalau bisa besok.”
SiswaXX         : “Iya Pak, insyaallah..”
Pak guru       : “Ya sudah sana kembali ke kelas.”
SiswaXX         : “Makasih Pak, permisi.” (menyalami tangan gurunya)

Di kelas, suasana sangat gaduh. Sama seperti hari lainnya, kalau guru mereka tidak masuk kelas (jam kosong). Mereka masuk ke dalam kelas tanpa semangat, tidak mempedulikan suasana kelas yang lebih mirip seperti pasar ikan.
Tyas              : “Terus skenarionya gimana?” (berhenti berjalan)
Lina              : “Sekarang bikin yuh, biar cepet selesai”.
Azmi             : “Iya wis yuh..”
Ikhda            : “Laahh… Males banget keh.. Wis diganyami gon bikin skenario maning.. dikumpulinne 2 dina maning, maning! Yang harusnya bikin sapa sih…?” (dengan muka jutek)
Intan             : “Heh, kalau nggak mau mbantu bikin ya wis oh… Ora usah ngomong kaya kuwe..” (marah, melihat ke arah Ikhda)
Dhini            : “Wis oh… Engko ora dadi-dadi keh...”
Oni               : “Lah, kamu kemarin ditawarin kerjain bareng ora gelem. Saiki wis kaya kiye,, lah sibuk…!!” (menyalahkan Intan)

Mendengar perkataan Oni, Intan hanya terdiam. Teman-teman yang lain pun ngangguk-ngangguk menyetujui pendapat Oni dan berpencar (menuju tempat duduk masing-masing) meninggalkan Intan yang berdiri mematung.

Malam hari, di kamar yang tidak terlalu besar, Intan sibuk memikirkan skenario yang akan dibuatnya. Intan terus menuangkan gambaran yang ada di benaknya ke dalam kertas HVS berukuran 4A yang pada akhirnya akan dia robek dan di buang ke tempat sampah. Semakin keras ia mencoba, semakin banyak kertas yang masuk ke dalam tong sampah. Dia semakin stress memikirkan cerita yang akan dibuatnya, tetapi dia tidak mau menyerah secepat itu.

Gelap berganti terang, sinar mentari masuk melalui celah-celah kecil memancarkan cahayanya di kamar yang lebih mirip seperti kapal pecah. Bunyi jam beker yang berdering, sontak membangunkan pemilik kamar tersebut.
Intan             : (mematikan jam bekernya dengan sebelah tangan) “Hooahh…” (menguap)
Intan masih berada di atas kasurnya yang penuh dengan kertas-kertas. Melihat kertas-kertas itu diapun tersenyum. Dia tidak bisa menahan kebahagiaannya karena berhasil menulis skenario dalam semalam. Intan langsung mengambil Hp dan mulai mengetik sms kepada teman-temannya dengan keadaan senang. Reaksi teman-teman yang menerima smsnya pun bermacam-macam.
Temand2…
Skenarionya sudah jadi… ^_^
Hari ini kumpul di DPR jam 09.00. Ocere…

Teman-teman Intan, sedang berkumpul di DPR (di bawah pohon rindang) sekolahnya (SMA N 1 Slawi). Mereka duduk melingkar, sembari menunggu keputusan guru mereka tentang skenario baru, dengan harap-harap cemas.
Azhar            : “Endi sih, Intan? Daning suwe nemen?”
Tyas              : “Sabar oh.. Nggak sabaran banget sih.”
Firman          : “Lah.. kesuwen. Balik bae yuh…?”
Resti             : “Aja kaya kuwe oh…”
(Intan sedang berjalan menuju ke tempat teman-temannya)
Yayat            : “Gimana Tan, diterima?” (sedikit berteriak)
Intan             : (berlari menghampiri teman-temannya dan sambil tersenyum-senyum senang) “Kata Pak DP kita harus nyari lokasi buat pengambilan gambar, soalnya waktunya dah mepet.”
Dhini            : “Ya udah, yang penting naskahnya udah bisa diterima. Kalau nyari lokasinya besok aja gimana?”
Firman          : “Daning esuk ? saiki bae owhh… langka waktu maning, wis mepet ngerti…”
Lina              : “Tapi, nyari lokasinya dimana?”
Oni               : “Emang ceritanya tentang apa sih…?”
Aji                : “Heeh, kowen durung ngerti? Aku be durung.”
Firman          : “Iya, Ji. Iyaa???” (meledek)
Sufie             : “Tan, naskahe endi?”
Intan             : (menyerahkan kopian naskahnya ke sufie) “Judulnya kembali ke alam. Jadi ini itu, menceritakan tentang anak kota yang bosan dengan kehidupan yang serba modern. Terus, dia pergi ke desa untuk mencari ketenangan. Menikmati pemandangan indah yang ada di pedesaan. Yah.. pokoknya kayak gitulah…”
Azhar            : “Terus?”
Intan             : “Nah,, terus……..” (menceritakan cerita skenario kepada teman-temannya)

Intan menceritakan skenario yang dia buat. Teman-temannya mendengarkan dengan seksama, mereka terkagum-kagum mendengar ceritanya, ini membuat hati Intan senang.
Semua           : “Woow,,, keereenddd…”
Aji                : “Ya wiz,, saiki mumpung esih yawene, goleti tempat yuuh.. ngo shutting.. pmen kanca…???setuju…???”
Oni               : “Yyuuuhhh…,,, saiki pada njukut motor oo….”
Intan             : “Teruz aku mbonceng sapa..???”
Firman          : “Kowen ndayak bae owh…” (tertawa)
Tyaz              : “Huuzz,,, ja kayak kwe owh…yuh ntan karo aku bae….”

Di depan gerbang sekolah, dengan motor masing-masing (bagi yang membawa motor) mereka sudah siap untuk pergi, tapi mereka belum tahu dan belum menentukan tempat yang akan mereka tuju.
Ikhda            : “Ya aku mbeke kelingan…,, tempate nang ngendi..???”
Sufie             : “Wiz gen,, nurut bae,,, mikire nang ndalan bae,,, mbokan olih inspirasine nang ndalan…”
Firman          : “Yawiz,,, ssiiiiippp…”

Akhirnya mereka berangkat tanpa tujuan yang jelas. Namun ditengah perjalanan tiba-tiba Aji berhenti mendadak dan menepi ke pinggir jalan. Semua teman-teman pun ikut berhenti dan menepi.
Oni               : “Ji kwen ning ngapa…???”
Aji                : “Duh,, daning wetenge aku mules yah…”
Firman          : “Gari ngomong pan ngentut be…”
Aji                : “Asempt kon man,,,kayane wetenge aku lagi mikir kyeh…pan olih inspirasi,,,”
Sufie             : “Inspirasi–inspirasi…,, mang pan olih inspirasi apa lhen…???”
Aji                : “Ngko gen,,sedelat-sedelat….kalem gen…”
Anak cewe   : “Wooyyy,,,gagian owwhhh,,,lagi pada apa sih…??? Arisann…??? Panas kyeh…”
Aji                : “Kyeh wetenge aku kas ngomong kayak kiye…tempat lokasine nang cacaban…pimen…????”
Semua           : “Yawiz lah…karepmu wis Ji…wis panas kyeh..”
Aji                : “Yawiz yuh mangkat…”

Kemudian mereka semua melanjutkan perjalanan menuju waduk paling terkenal di kabupaten tegal yaitu CACABAN. Sambil bercanda, motor mereka terus melaju beriringan melewati jalan yang tidak terlalu ramai. Mereka terlihat sangat senang. Karena hari semakin panas, salah satu dari mereka mengusulkan untuk transit dulu ke rumahnya Dhini untuk berpesta ria (makan dan minum gratis maksude…).
Sufie             : (Sambil menyetir) “Heh kanca, transit neng umahe Dhini yuuh…” (sedikit berteriak)
Dhini            : “Bilang aja, mow ngadem + makan minum gratis..” (menyindir)
Oni               : “Lah, kwe sing ditunggu-tunggu…”

Sesampainya di rumah Dhini, mereka langsung duduk-duduk di teras belakang rumahnya. Mereka beristirahat sejenak (sambil menikmati makanan dan minuman yang disediakan oleh Dhini) karena mereka telah menempuh perjalanan yang sangat panjang (slawi – penusupan. Hehe..). Tak jauh dari rumahnya Dhini terdapat sawah (yang ditanami padi yang hampir menguning) yang terbentang, sangat indah. Mereka pun tertarik untuk jalan-jalan ke sana (sambil berfoto ria).
Firman          : “Aseempptt kyeh,, sapa sih sing ngusulna maring umahe Dhini.. dalane apiikk nemeng sung..” (ekspresi tak jujur)
Aji                : “Mbuh kweh sapa..”
Sufie             : “Daning pada ngresula kabeh,,,wiz mending dimein panganan..” (mengambil makanan dari piring)
Oni               : “Ya kweh ora pada bersyukur.”
Intan             : “Mbak yaz,,,mbak yazz…” (muka narsis)
Tyaz              : “Apa…???apa???”
Intan             : “Mumpung mbak…mumpung…” (tersenyum lebaar)
Tyaz              : “Mumpung apa…???” (bingung)
Dita              : “Kiye lho MbakYaz,,daerah narsis.com…”
Tyaz              : “Owh ngomong awit mau owh…jjuuuhhh…” (berdiri)
Yayat            : “Ikuuttt….” (berlari mengikuti tyas dan Intan diikuti teman-teman yang lain)

Melihat anak-anak cewek yang berjalan ke arah sawah, anak-anak cowok pun tertarik untuk melihat-lihat pemandangan. Disaat anak-anak cewek sedang berfoto-foto dengan narsisnya, anak cowok hanya melihat dari kejauhan.
Oni               : “(istighfar)…donge niate mene pan apa sih…???” (menggeleng-gelengkan kepala)
Aji                : “Dhewek aja kalah oowwhh…”
Firman          : (seperti mendapatkan ide) “Heeh… ngko ndisit sih…ngko ndisit”
Sufie             : “Ana pa man…???kaya wong kesurupan bae..” (bercanda)
Firman          : “Kowen ora pada mikir apa..???”
Aji                : “Mikir apa Man ???mange kwen bisa mikir..??”
Firman          : “Asempt kowen Ji,,,dantem matane tuli…ngeneng kyeh,,,dhewek nggo apa sih adoh - adoh meng cacaban,,lha wong neng kene be tempate apik koh,,nggo shutting..”
Azhar            : “Iya tah iya ya.” (mengangguk)
Firman          : “Kowen tah iya-iya tok pintere…ya wiz saiki dhewek survei yuhh..”

Anak-anak cowok berjalan melihat pemandangan sekeliling. Melihat anak-anak cowok pergi, anak-anak cewekpun mengikuti mereka. Melewati sawah-sawah yang ditanami padi, jagung, dan tebu. Walaupun matahari berada tepat di atas kepala, tak menyurutkan langkah mereka untuk terus berjalan. Sungguh pemandangan yang indah. Setelah berjalan cukup jauh, merekapun kelelehan dan beristirahat di sebuah gubug yang sangat tua. Gubug itu cukup besar dengan ukuran kurang lebih 2x3 m, hanya terdiri dari 4 kayu penyangga, atap genteng tanpa lantai (langsung menginjak tanah) dan tanpa sekat.
Resti             : “Panas nemen yah..” (sambil mengibas-ngibaskan tangannya)
Lina              : “Nggak ada yang ngomong dingin kan?”
Firman          : (menjegal Aji) “Pimen sih Ji.. Kalo jalan yang bener ow…”
Aji                : (tersandung dan terjatuh) “Apa keh?” (mengais-ngais tanah disekitarnya terjatuh)
Azhar            : “Lagi apa sih, laka pegawean nemen sung!!”

Aji tidak mempedulikan kata-kata Azhar, dia terus saja mengais-ngais tanah itu. Karena penasaran, mereka pun bergerombol mengelilingi Aji. Di sana Aji menemukan sebuah peti yang didalamnya terdapat sebuah buku. Sepertinya buku itu telah lama terkubur, karena terlihat dari tulisan dan bentuknya sepertinya buku tersebut berasal dari tahun 60-an. Dan benar adanya, setelah dibaca, ternyata buku itu berisi catatan harian (diary) seseorang yang berisi perjalanan kehidupannya. Dalam diary itu, penulis tersebut juga memuat sebuah teka–teki. Merekapun tertarik untuk memecahkan teka-teki tersebut.
Dhini            : “Heeeh, itu kotak…?” (ragu-ragu)
Sufie             : “Jangan-jangan harta karun…”
Semua           : “Hiyyaahhh….”
Firman          : “Cepetan Ji,,, biasa nyangkul yak…” (menggoyang-goyangkan tubuh Aji)
Aji                : “Sabar ow.. kye laka pacule sih…?” (masih berusaha mengeluarkan kotak tersebut)
Semua           : (menyemangati Aji)
(Akhirnya, kotaknya berhasil di keluarkan)
Aji                : “Jreng.. jreng…” (mengayun-ayunkan kotaknya tanda kemenangan)
Yayat            : “Isine apa…?”
Intan             : “Di buka ow Ji…”
Sufie             : “Lah, suwen…” (mengambil kotak dari tangan Aji) “Mene…!” (ingin membuka kotak tersebut)
Tyas              : “Jangan-jangan isinya emas”
Firman          : “Berlian, sung, Yas…” (mengangkat jempolnya)
Resti             : “Peti harta karun…”
Azhar            : “Masih unsum, jaman saiki kaya’ kwe..?”
(Sufie membuka kotak itu pelan-pelan dan sangat hati-hati, membuat yang lain semakin gugup)
Semua           : “BUKU…???” (hampir kompak)
Firman          : “Wis ditunggu nemen-nemen ya.. Buku..!!”
Lina              : “Buku apa sih..?”
Dhini            : “Ngak tau..”
Intan             : “Kaya’ buku agenda”
Sufie             : “Ini buku harian, ngerti..” (sambil membolak-balikkan halaman buku tersebut)
Resti             : “Buku hariannya sapa? Bacain ow…”
Firman          : “Buku harian be diurusi… Ora penting nemen sih…”
Oni               : “Kecuali kalo buku hariannya aku laahhh…”
Azhar            : “Lewih-lewih ora penting..”
Semua           : (ketawa)

Masih di tempat dimana mereka mendapatkan buku tersebut, mereka duduk melingkar  dan mulai membaca buku tersebut. Mereka semua terdiam ketika Tyaz membacakan buku tersebut. Namun seperti biasa, Firman memecahkan keheningan tersebut dengan candaannya.
Firman          : “Sing nulis wong kan, Mbak Yaz ...????”
Semua           : “Ya iyalah...masa kowen,,,..”
Firman          : “Wong gemiyen..???”
Oni               : “Dudu owh,, pitechantropus ngerti...”
Semua           : (tertawa)
Dhini            : “Eh, coba lihat se…” (mengambil buku itu, dan membuka halaman per halaman) “Kaya’nya buku ini menarik dech…”
Intan             : “Masa.????perasaan biasa aja deh..”
Oni               : “Dasar intan,,,kabeh dianggap biasa,,”
Sufie             : “Eakh,,apa si sing dianggap luar biasa bagi Intan..???”
Intan             : “Ya aku dong..” (tangannya menunjuk ke arah dirinya sendiri)
Azhar            : “Iya luar biasa ancur..hahahahaha” (tertawa)
Dita              : “Heh,,lagi pada ribut apa sih??? dhewek kyeh kas nemukna harta karun ngerti...”
Firman          : “Harta karun apane...???buku buluk kaya kuwe ka,,,suka dikilo bae owh...terus olih dhuwit,,kena mangan nang lombok ijo owh,,tapi nggo aku bae sih..” (tertawa sendiri)
Tyaz              : “Dasar Firman, mata dhuwitan! Bener sing diomongna dita owh,,, Dhewek kyeh kas nemukna harta ngerti,,, Berupa sejarah seorang tokoh, mungkin kita itu terpanggil untuk mengharumkan namanya...”
Intan             : “Yaapz,,, Betul banget tuuhh... Kalo kita mengharumkan namanya, kita kan bisa terkenal,,, terus diwawancarai kaya artis, masuk berita, masuk tv, terus jadi artis kaya jojo dan sinta gitu..,,, foto-foto...”
Yayat            : “Heh..mule kyeh...durung apa-apa wiz mikir anjog mono..,,,”
Sufie             : “Yen Imajinasi aja dhuwur-dhuwur gen,,,mbokan tiba,,ngko lara...”
Resti             : “Wiz rampung arisane...???sing olih sapa...???”
Tyaz              : “Diiih Mbak Res,,,mutung sung...”

Kemudian mereka kembali mendengarkan isi buku tersebut. Mereka membolak-balikan halaman, satu per satu. Mereka semua terdiam lagi. Suasana sunyi, seolah–olah angin, pepohonan dan rerumputan ikut menyaksikan buku tersebut. Hanya suara Tyas yang terdengar mengisahkan lembaran demi lembaran cerita tersebut.
Tyaz              : (berhenti membaca)
Ikhda            : “Kenapa Mbak Tyaz..???”
Tyaz              : “Aneh banget deh...”
Lina              : “Mang apanya yang aneh..???”
Tyaz              : “Jangan-jangan emang bener ada harta karun..”
Semua           : “HARTA......!!!!!!!!!”
Tyaz              : “Coba deh kalian baca bagian ini...” (menunjukkan bagian yang dimaksud sambil menyodorkan buku tersebut)
Firman          : “Ader ana… harta karun neng tegal...???”
Oni               : “Mungkin saja...”
Sufie             : “Yawiz yuuh,, saiki dangkati owh,,...”
Azhar            : “Diangkati apane..???”
Sufie             : “Jarene pan ngoleti harta karun,,, dening isih njeketem bae nang kono...”
Aji                : “Dasar mata papat.!! dhewek pan ngoleti nggo apa ? lho ken dhewek pan ngoleti se-kabupaten tegal,, mikir owh...”
Sufie             : “Ekh iya,,ya,,,” (mengangguk)
Tyaz              : “Heh, baca lagi sih.. kaya’nya ini petunjuk deh. Tapi maksude apa sih…? Bahasane mbingungi…”
Resti             : “Endi sie..?” (mengambil bukunya)
Tyaz              : “Nie,,,” (menunjuk ke paragrah yang di maksud)
Sufie             : “Heh, Iya sih.. aneh banget. Masa’ ada nyanyian padang rembulan? terus bait pertama. Apa maksude ngonong,,?”
Yayat            : “Hmmm,,, mungkin ini kunci buat nemuin hartane..???”
Firman          : “Tapi carane pimen yah..?”
Aji                : “Dengaren man,,, kowen mikir...”
Firman          : “Huusss,, meneng kowen,,”

Mereka semua berfikir apa makna dari kata-kata tersebut. Semua begitu antusias dalam berfikir seolah-olah mereka mengerjakan soal matematika.
Firman          : “Aku kesel sung mikire,,”
Dhini            : “Iya, sih.. rumit nemen kehg..”
Intan             : “Coba si baca lagi..”
Azhar            : “Yang terlihat sekarang merupakan hasil dari masa lalu” (membaca buku tersebut) “apa maksude ya...???”
Dhini            : “Emm.. (berpikir)(mendapat jawabannya) “Mungkin yang dimaksud itu, lagu yang dulu sering dinyanyikan di sini...” (mengangguk)
Sufie             : “Hmm,,, Bisa aja sih,, Tapi lagu apa..???”
Dita              : “Disini tu ya, ditulis nyanyian pada saat rembulan. Berarti lagu yang dinyanyikan pas bulan purnama dong..? Iya khan..?”
Firman          : “LIR ILIR...” (berteriak)
Semua           : “Lir ilir..????”
Tyaz              : “Iya.. bener, bener.. man..” (mengacung-ngacungkan jempolnya sambil senyum-senyum)
Intan             : “Ihh.. Mba Yas centil deh..?” (melirik ke arah Tyas)
Sufie             : “Kan orang dulu sering nyanyi lagu itu ketika padang rembulan,, lagian di bagian akhir lagu itu disebutkan bukan...??”
Dhini            : “Hmm,, yaapzz bener juga sih,, Bait pertama lagu ini, mungkin gambaran tentang desa ini...”
Oni               : “Oowhh,, Berarti dari dulu tu tempat ini, daerah yang hijau dan tentram ya... ? Hebatnya,… ternyata sampai sekarang masih bisa dipertahankan..”
Sufie             : “Disini juga ditulis kalo ada pohon besar. Kira-kira pohon besar dimana?”
 Firman         : “Heh..mata papat,, kweh neng ngarep ana wit,, ora weruh..???”
Azhar            : “Ya ora owh man,, wite kayane dudu kuwe.. lagian yen manjing logika ora mungkinlah..”
Dita              : “Bener banget tuh...,,haruse pohone tuh besar dan bisa terlihat dari sini... dimana ya..??? Dhini tau..???”
Dhini            : “Entar dulu sih,, pohon ya..??? emm,, Disini pohon tu banyak. Masalahnya nentuin pohon yang dimaksud buku itu gimana?? Masa’ ngak ada petunjuknya sih…??”
Tyas              : “Iya, ini ada. Petunjuk-petunjuknya ada, kita tinggal ngikuti petunjuk ini saja ow..”
Intan             : “Kalo gitu, ayo sekarang kita cari harta karun..” (berdiri dengan penuh semangat)
Aji                : “Semangat banget sih, Tan…”

Dengan penuh semangat mereka berjalan mengikuti setiap petunjuk yang tertulis di  dalam buku tersebut. Tujuan mereka adalah pohon besar yang mungkin menyimpan harta yang mereka cari. Mereka terus berjalan dan berjalan, melewati sawah, semak-semak, jalan berbatu, dan sungai tanpa mempedulikan teriknya matahari. Namun, ditengah perjalanan mereka menemukan kendala.
Yayat            : “Heh,, Jalanne aja cepet-cepet owh.. Wis kesel kehg,,,”
Sufie             : “Lha kowen salahe cilik, akhire langkahe sitik tok....”
Yayat            : “Hiii,,Sufi tahh...”
Tyaz              : “Heeh,,ribut apa maning sih...???”
Yayat            : “Mbuh kuweh Sufi..”

Yayat berlari mengejar teman-temannya tanpa memperhatikan jalan. Karena berjalan terburu-buru, yayat terjatuh. Kakinya berdarah terkena kerikil. Yayatpun tidak bisa meneruskan pencarian mencari harta tersebut.
Yayat            : “Aduuhhh....” (terjatuh)
Oni               : “Yayat , kamu nggak apa-apa..???”
Firman          : “Pimen sih On, kanca tiba mung ditakoni kaya kue,, tulungi kek,,, mesti ya kenang ngapa-apa owh.. statement yang buruk itu..”
Dhini            : “Yat, kakimu berdarah…”
Yayat            : “Duuhh.. sakit banget Dhini.. kayane aku nggak bisa ikut nyari pohonnya deh...”
Dhini            : “Ya udah, kita balik aja yuh…”
Intan             : “Tapi nggak semunya kan..? Ntar pohonnya gimana..???”
Oni               : “Heh.. teman lagi susah, malah mikiri kuwe, kiye tulungi sit napa?”
Intan             : “Tapi kan kita udah jauh banged.. masa mau balik lagi sih..???”
Sufie             : “Gini wis, Tyaz, Intan, Ikhda, Aji, Firman karo aku lanjutin nyari pohonnya, yang lain balik aja wis..”
Resti             : “Yawis, wis kesel men kehg…”
Semua           : (mengangguk setuju)
Sufie             : “Yuh, man...”

Akhirnya terbagi 2 kelompok, yang satu balik ke gubuk dan yang satu lagi melanjutkan perjalanan untuk mengungkap misteri dari buku yang mereka temukan. Setelah 1 jam berjalan mencari lokasi pohon yang dimaksud, akhirnya mereka menemukan pohon tersebut. Pohon itu terlihat seperti pohon-pohon pada umumnya, tidak ada yang istimewa. Hanya sebuah pohon besar yang cukup tua.
Firman          : “Kiye..??” (menunjuk ke arah pohon yang dimaksud)
Sufie             : “Kayonge iya. Edan akh,,adoh men sung.”
Ikhda            : “Terus apa..??”
Tyaz              : “Baca lagi, baca lagi, petunjuk selanjutnya..” (sambil membaca buku tersebut) “Hah…??” (bingung tapi lucu)
Intan             : “Pimen mbak yaz,, apa maning..???”
Tyaz              : “Disini ditulis kalo kita harus membuka cakrawala hati dengan melihat di puncak tertinggi. Maksude apa..??”
 Sufie            : “Mungkin kita disuruh melihat sesuatu dari atas pohon.  Saiki sapa sing pan menek wit kiye..???”
Aji                : “Kweh owh si firman,, biasa dolan nang alas ya,, malahan pawange ndean..”
Firman          : “Asempt kowen ji,, yen misale hartane ketemu,, kowen ora pan tak bagi sung..”
Ikhda            : “Wis lahh.. biasa menek be..??”
(Firman memanjat pohon itu, perlahan tapi pasti. Akhirnya dia sampai juga di atas. Dan melihat-lihat sekeliling dari atas pohon itu.)
Sufie             : “Katon apa, man??”
Firman          : “kwen katon nemen sung..”
Aji                : “Ya, iyalaah…”
Tyas              : “Ada tiang listrik nggak??”
Firman          : “Ana, neng PLN akeh meng…”
Intan             : “Serius oh, man..”
Firman          : “Lah, neng tengah sawah takonne tiang listrik, ya laka ow..”
Tyas              : “Ya tiang apa wis, sing penting tiang”
Firman          : “Laka mba yas…”
Tyas              : “Tapi, disini ditulis tiang dan bebek bersama, beda bentuk, beda ukuran, tapi sama. Tak mudah hancur (atos) dan tanpa cahaya takkan tampak.  Maksude..?”
Aji                : “Tiang karo bebek...? Ora nyambung nemen..”
Sufie             : “Mungkin angka 12, tiang itu satu, bebek itu 2, digabung jadi 12. Tapi maksud kalimat selanjutnya apa??”
Tyaz              : “Mungkin benda yang keras. Hmmm benda keras? Mungkin kita harus nyari benda keras yang ada 12..”
Ikhda            : “Sih, apa…?”
Sufie             : “Batu mbak yaz...”
Firman          : “Dapat, aq dah tahu.” (kegirangan dan lepas kendali) (terjatuh dari atas pohon) “Ahh…”
Intan             : “Heh, Firman!!” (berteriak panik, mendekati firman yang tergeletak di tanah)

Firman yang tiba-tiba terjatuh dari atas pohon, membuat teman-temannya panik. Untung dia tidak terluka, tapi, kaki kanannya terkilir sehingga dia kesulitan untuk berjalan. Menghadapi masalah seperti ini mereka bingung akan meneruskan pencarian harta tersebut atau harus berhenti cukup sampai di sini.
Sufie             : (menyamdarkan firman ke pohon) “Ra papa, Man?”
Firman          : “Ra papa apane..? Sakit kehg…”
Aji                : “Yawis, saiki balik bae yuh..”
Intan             : “Laahh… terus harta karunnya gimana?”
Tyas              : “Ya nggak jadi…”
Intan             : “Lah, udah jauh-jauh yak..”
Sufie             : “Tapi, Firmannya lagi kaya’ gini sih..”
Ikhda            : “Mungkin ini pertanda, kita  ngak usah nyari hartanya wis… Tadi Yayat, sekarang Firman, engko sapa maning…???”
Firman          : “Aku wis ngileng..” (memotong perkataan Ikhda)
Intan             : “ngileng apa?”
Firman          : “Tiang karo bebek, kue dudu angka 12…”
Aji                : “Sih…?”
Firman          : “Ya tiang karo bebek. Kaya kiye keh…”  (mengambil ranting pohon dan menggambar apa yang di lihat dari atas pohon)

Mereka berkumpul mengelilingi Firman yang tersandar di bawah pohon. Kemudian, Firman menjelaskan apa yang telah dilihatnya, dan teman-temannya mendengarkan secara seksama. Setelah berdiskusi, akhirnya mereka menemukan petunjuk selanjutnya berupa sebuah lambang. Lambang itu bergambar lingkaran dengan bintang di tengahnya. Tapi,, mereka tidak bias menemukan petunjuk untuk menemukan lambing itu. Merekapun memutuskan untuk menghentikan pencarian tersebut.
Sufie             : “Dapat.. pasti ini petunjuk selanjutnya” (memukul kedua tangannya, layaknya seorang detektif yang berhasil memecahkan masalah)
Tyas              : “Tapi kita mow cari dimana len? Di sini nggak ada petunjuk lain…”
Ikhda            : “Mendingan kita balik bae yuh, Firman ya lagi  kaya kiye..”
Aji                : “iya wis yuh.. Wis kesel meng kehg..”
(Sufie dan Intan berpandangan seperti berbicara menggunakan bahasa batin, menanyakan apa yang harus mereka lakukan)
Sufie             : “Yawis Lah.. Mungkin itu bukan rezekinya kita”

Mereka kembali ke gubuk tua tempat mereka istirahat. Disana ada teman-teman lain yang dari tadi menunggu kedatangan mereka. Mereka kembali dengan kondisi lemas, dan wajah sedih. Sesampainya di gubuk, mereka langsung merebahkan diri mereka, karena tenaga mereka telah habis.
Dhini            : “Gimana..? Nggak dapat ya…?”
Azmi             : “Pada lemes kabeh sih..?”
Aji                : “Wis lah aja pada ngomong disit. Kehg esih kesel meng…”
Intan             : “Aduuh… saya cape’ banget. Haus.. ada yang bawa minum??”
Resti             : “Kehg… Melasi nemen sih..”
Intan             : (menerima air minum dari Resti dan langsung meminumnya sampai habis) “Makasih..” (mengembalikan botolnya kepada Resti dan bersandar di tiang gubuk itu)
Saat sedang beristirahat melepas kelelahan, Intan menemukan sesuatu di sela-sela tiang gubuk itu. Sesuatu yang bulat dan terdapat gambar bintang di tengahnya, Lambang itu!! Intan langsung meliaht-lihat di sekelilingnya. Tiba-tiba dia tahu dimana harta itu disembunyikan. Dia langsung berdiri dan menuju ke tempat yang diyakini menyimpan harta karun tersebut, di bawah sebuah pohon yang tidak jauh dari gubuk itu.
Intan             : (berjalan ke luar gubuk dan berhenti di bawah sebuah pohon)
Tyaz              : “Kenapa, Tan..?”
Intan             : (hanya terdiam)
Firman          : “Heh,,,ditakoni koh ya...”
Tyaz              : (tetap diam) “Hartanya ada dibawah sini”
Aji                : “Bisane ngerti..??”
Intan             : “Udah sih diem!! Ji,bagianne kowen kweh...”
Aji                : “Asempt..kiye pan macul nggo apa...”
Firman          : “Ya pacul owh... Kaya miki..”
Aji                : “Ea tapi nang ngendi, curut,,,”
Firman          : “Kweh ana pacul,,wiz owh dipacul lemahe...”
Aji                : “Asempt kon pada pintere ngongkoni tok,, pacul ndase tuli ....”
Firman          : “Hehehe...piiisssttt ji,,,piissst...”

Akhirnya aji mecangkul dan terus mencangkul, tiba–tiba pacul  tersebut mangenai sesuatu. Benda tersebut seperti kotak atau mungkin juga peti.
Firman          : “Akhire bagian yang aku tunggu–tunggu udah di depan mata..”
Aji                : “Heh, rewangi ya kena owh..,,,kesel kyeh maculi kaya kiye...”
Sufie             : “Diihh sing ikhlas napa...”
Aji                : “Iya bawel,,,kiye pimen kiye,.”
Oni               : “Apane sing pimen...???”
Aji                : “Laah kwen taahh...aku takon balik takon...”
Tyaz              : “Wizzz meneng,,,saiki kye peti dhewek buka yuh...”
Intan             : “Heeh betul tuh..”
Lalu mereka bersama-sama membuka peti tersebut. Setelah terbuka…
Semua           : “KOSONG.....!!!!!!!!!!!!”
Sufie             : “Akhh,,sialan nih buku,,ngerjain kita semua niihh...”
Aji                : “Iyaahhh sial banget sung!!!!!”
Intan             : “Aduuh kita ditipu ma buku buluk kaya gini...”
Firman          : “Tuuhh kan tadi apa yang aku bilang,,,mending buku buluk kaya gini jangan dipercaya sih...”
Aji                : “Mene tak buang bae bukune kyeh...”
Karena kesal Aji melempar buku itu. Aji tidak tahu kalau ada Intan dan buku itupun tidak sengaja mengenai kepala intan. “PLAAKK”

Kembali ke kamar Intan, Intan sedang tertidur ketika tiba-tiba jatuh dari tempat tidurnya.
Intan             : “Aduh…  (sambil mengelus-ngelus kepalanya) “Ajiiiii….. menjeng dehh..! (melihat sekeliling)
Intan bingung karena dia sudah berada di kamarnya. Padahal tadi dia masih bersama teman-temannya.
Intan             : “Mimpi yahh…??” (melihat kertas-kertas yang berserakan masih kosong) “Eh, skenarionya belum…!!! Gawat khegh…” (panik)
Intan mengambil kertas yang berserakan di kasurnya dan duduk di meja belajar.
Intan             : “Duhh.. Apa yah..??” (menggaruk-garuk kepalanya) “Eh..! (berpikir sejenak) “Mimpi yang tadi dijadiin cerita aja yah…” (tersenyum dan mengangguk-anggukkan kepala)

Akhirnya, Intan mendapat inspirasi untuk skenarionya. Petualangan mimpinya. Intan menuangkan lembaran-lembaran mimpinya ke dalam ukiran-ukiran tulisan dengan penuh semangat. Mungkin ini adalah buah dari kerja kerasnya yang tak mengenal putus asa. Dan semua ini berawal dari sebuah mimpi.

1 komentar:

  1. naskah asli kelompokku lupa nyimpen dimana....
    hehe...

    jadi inget dulu-dulu deh din....
    n.n

    BalasHapus