Rabu, 08 Februari 2012

Evolusi Manusia


Tugas Biologi_XII NS 7

*      Dhini Aulia Phasa            (09)      starnmo_on@yahoo.com
*      Dwi Putri Sabariasih        (10)      puput_target@yahoo.com
*      Novi Fatimatuzzahro       (24)      oph_vizza8u@yahoo.co.id
*      Resti Anggraeni P.A.       (25)      vraezty_cute69@yahoo.com


Evolusi Manusia

Sepanjang sejarah telah hidup lebih dari 6.000 spesies kera dan kebanyakan dari mereka telah punah. Kini hanya 120 spesies kera yang masih hidup di bumi. Menurut skenario ini, manusia dan kera modern memiliki nenek moyang yang sama. Nenek moyang ini berevolusi sejalan dengan waktu. Sebagian mereka menjadi kera modern, sedangkan kelompok lain berevolusi melalui jalur yang berbeda, menjadi manusia masa kini. Akan tetapi, semua temuan paleontologi, anatomi, dan biologi menunjukkan bahwa pernyataan evolusi ini fiktif dan tidak sahih seperti semua pernyataan evolusi lainnya. Tidak ada bukti-bukti kuat dan nyata untuk menunjukkan kekerabatan antara manusia dan kera.
Catatan fosil mengisyaratkan kepada kita bahwa sepanjang sejarah, manusia tetap manusia; dan kera tetap kera. Sebagian fosil yang dinyatakan evolusionis sebagai nenek moyang manusia berasal dari ras manusia yang hidup hingga akhir-akhir ini sekitar 10.000 tahun lalu dan kemudian menghilang. Selain itu, banyak orang masa kini memiliki penampilan dan karakteristik fisik yang sama dengan ras-ras manusia. Semua ini adalah bukti nyata bahwa manusia tidak pernah mengalami proses evolusi sepanjang sejarah.
Bukti terpenting adalah perbedaan anatomis yang besar antara kera dan manusia, dan tidak satu pun di antara perbedaan tersebut muncul melalui proses evolusi. Bipedalitas (kemampuan berjalan dengan dua kaki) adalah salah satu diantaranya. Seperti yang akan diuraikan lebih lanjut, bipedalitas hanya terdapat pada manusia dan merupakan salah satu sifat terpenting yang membedakan manusia dengan hewan.



Silsilah Imajiner Manusia

Darwin menyatakan bahwa manusia modern saat ini berevolusi dari kera. Menurut mereka, selama proses evolusi yang diperkirakan berawal 4-5 juta tahun yang lalu, terdapat beberapa bentuk transisi antara manusia modern dan nenek moyangnya. Menurut skenario terdapat empat “kategori” dasar:
  1. Australopithecus
  2. Homo Habilis
  3. Homo Erectus
  4. Homo Sapiens

Evolusionis menyebut nenek moyang pertama manusia dan kera sebagai Australopithecus, yang berarti “Kera Afrika Selatan”. Australopithecus adalah spesies kera kuno yang telah punah, dan memiliki beragam tipe: sebagian berperawakan tegap, dan sebagian lain bertubuh kecil dan ramping.
Evolusionis menggolongkan tahapan evolusi manusia berikutnya sebagai homo, yang berarti manusia. Menurut pernyataan evolusionis, makhluk hidup dalam kelompok homo lebih berkembang daripada Australopithecus, dan tidak terlalu berbeda dengan manusia modern. Manusia modern di zaman kita, Homo sapiens, dikatakan terbentuk pada tahapan terakhir evolusi spesies ini. Fosil-fosil seperti Manusia Jawa, Manusia Peking, dan Lucy, yang senantiasa muncul di media massa, jurnal dan buku-buku kuliah evolusionis, termasuk dalam salah satu dari keempat spesies di atas. Spesies-spesies ini juga diasumsikan bercabang menjadi subspesies.
Sejumlah kandidat bentuk transisi dari masa lampau, seperti Ramapithecus, harus dikeluarkan dari silsilah imajiner evolusi manusia setelah diketahui mereka adalah kera biasa. Dengan menyusun rantai hubungan sebagai Australopithecus > Homo habilis > Homo erectus > Homo sapiens, evolusionis menyatakan bahwa masing-masing spesies ini adalah nenek moyang spesies lainnya. Akan tetapi, temuan ahli-ahli paleontologi baru-baru ini mengungkapkan bahwa Australopithecus, Homo habilis, dan Homo erectus hidup di belahan bumi berbeda pada masa yang sama. Selain itu, suatu segmen manusia tertentu yang digolongkan sebagai Homo erectus ternyata hidup hingga zaman modern. Homo sapiens neandartalensis dan Homo sapiens sapiens (manusia modern) pernah hidup bersama di wilayah yang sama. Situasi ini jelas menunjukkan ketidakabsahan pernyataan bahwa mereka adalah nenek moyang bagi yang lain.
Pada hakikatnya, semua temuan dan penelitian ilmiah telah mengungkapkan bahwa catatan fosil tidak mengisyaratkan proses evolusi seperti yang dikemukakan evolusionis. Fosil-fosil tersebut, yang mereka katakan sebagai nenek moyang manusia, ternyata milik suatu ras manusia atau milik spesies kera.



Australopithecus: Spesies Kera

Australopithecus, kategori pertama, berarti kera dari selatan. Makhluk ini di duga pertama kali muncul di Afrika sekitar 4 juta tahun lalu dan hidup hingga 1 juta tahun lalu. Evolusionis berasumsi bahwa spesies Australopithecus tertua adalah A. afarensis. Setelah itu muncul A. africanus, yang memiliki kerangka lebih ramping, dan kemudian A. robustus, yang memiliki kerangka relatif lebih besar. Sedangkan untuk A. boisei, sejumlah peneliti menganggapnya spesies yang berbeda dan sebagian lagi menggolongkannya dalam subspesies dari A. robustus.
Semua spesies Australopthecus adalah kera yang sudah punah dan menyerupai kera masa kini. Ukuran tengkorak mereka sama atau lebih kecil dari simpanse yang hidup di masa sekarang. Terdapat bagian yang menonjol pada tangan dan kaki mereka yang digunakan untuk memanjat pohon seperti simpanse zaman sekarang, dan kaki mereka memiliki kemampuan memanjat dahan. Mereka bertubuh pendek (maksimum 130 cm) dan seperti simpanse masa kini, Australopithecus jantan lebih besar dari Australopithecus betina. Sekian banyak karakteristik seperti detail pada tengkorak, kedekatan kedua mata, gigi geraham yang tajam, struktur rahang, lengan yang panjang, kaki yang pendek, merupakan bukti bahwa makhluk hidup ini tidak berbeda dengan kera zaman sekarang.
Setelah mempelajari fosil-fosil ini selama 15 tahun dengan segala perlengkapan yang diberikan pemerintah Inggris, Lord Zuckerman dan timnya yang beranggotakan 5 orang spesialis sampai pada kesimpulan bahwa Australopithecus hanya spesies kera biasa dan pasti tidak bipedal. Zuckerman dan Charles E. Oxnard, menyamakan struktur kerangka Australopithecus dengan milik orang utan modern. Akhirnya, pada tahun 1994, sebuah tim dari Universitas Liverpool Inggris melakukan riset menyeluruh untuk mencapai suatu kesimpulan yang pasti. Mereka berkesimpulan bahwa Australopithecus adalah kuadripedal. Singkatnya, Australopithecus tidak memiliki kekerabatan dengan manusia dan mereka hanyalah spesies kera yang telah punah.


Homo Habilis: Kera yang Dinyatakan sebagai Manusia

Pengelompokan Homo habilis diajukan pada tahun 1960-an oleh Keluarga Leakey, sebuah keluarga pemburu fosil. Menurut Leakey, spesies baru yang mereka kelompokkan sebagai Homo habilis memiliki kapasitas tengkorak relatif besar, kemampuan berjalan tegak dan menggunakan peralatan dari batu dan kayu. Karena itu, mungkin saja ia adalah nenek moyang manusia.
Fosil-fosil baru dari spesies yang sama ditemukan pada akhir tahun 1980-an, dan mengubah total pandangan ini. Sejumlah peneliti seperti Bernard Wood dan C. Loring Brace, berdasarkan fosil-fosil baru tersebut, mangatakan bahwa Homo habilis, yang berarti manusia yang mampu menggunakan alat seharusnya digolongkan sebagai Australopithecus habilis yang berarti kera Afrika-Selatan yang mampu menggunakan alat, karena Homo habilis memiliki banyak kesamaan ciri dengan kera australopithecus. Ia memiliki lengan yang panjang, kaki yang pendek, dan struktur kerangka mirip kera seperti Australopithecus. Jari tangan dan jari kakinya cocok untuk memanjat. Struktur tulang rahangnya sangat mirip dengan rahang kera masa sekarang. Rata-rata kapasitas tengkoraknya yang 600 cc juga mengindikasi fakta bahwa Homo habilis adalah kera. Singkatnya, Homo habilis, yang diklaim sebagai spesies berbeda oleh sejumlah evolusionis, ternyata merupakan spesies kera seperti semua Australopithecus yang lain.
Tahun itu juga, tiga spesialis anatoi, Fred Spoor, Bernard Wood, dan Frans Zonneveld, menarik kesimpulan serupa melalui metode yang sama sekali berbeda. Metode ini berdasarkan analisis perbandingan saluran setengah lingkaran pada telinga bagian dalam milik manusia dan kera yang berfungsi menjaga keseimbangan. Saluran ini berbeda jauh antara manusia yang berjalan tegak, dengan kera yang berjalan membungkuk. Saluran telinga bagian dalam pada semua Australopithecus serta spesimen Homo habilis yang diteliti oleh Spoor, Wood, dan Zonneveld, sama seperti pada kera modern. Saluran telinga bagian dalam pada Homo erectus sama dengan pada manusia modern. Temuan ini membuahkan dua hasil penting:
  1. Fosil-fosil yang dikatakan sebagai Homo habilis sebenarnya tidak termasuk kelas homo atau manusia, tetapi kelas Australopithecus atau kera.
  2. Baik Homo habilis maupun Australopithecus adalah makhluk hidup yang berjalan membungkuk, dan karenanya memiliki kerangka kera. Mereka tidak memiliki hubungan apa pun dengan manusia.


Homo Rudolfensis: Susunan Wajah yang Salah

Homo rudolfensis adalah nama yang diberikan kepada beberapa bagian fosil yang ditemukan pada tahun 1972. Kelompok yang diwakili fosil ini juga dinamai Homo rudolfensis karena ditemukan di dekat Sungai Rudolf di Kenya. Mayoritas ahli paleoantropologi menyetujui bahwa fosil-fosil ini tidak berasal dari spesies yang berbeda, melainkan termasuk Homo habilis.
Menurut Leakey, makhluk berukuran tengkorak kecil seperti Australopithecus namun berwajah manusia tersebut adalah mata rantai yang hilang antara Australopithecus dan manusia. Akan tetapi, tidak berapa lama kemudian diketahui bahwa wajah mirip manusia itu adalah hasil penggabungan fragmen-fragmen tengkorak secara keliru yang mungkin dilakukan dengan sengaja. Penelitian baru-baru ini mengenai hubungan-hubungan anatomis menunjukkan bahwa pada masa hidupnya wajah itu seharusnya sangat menonjol, memunculkan aspek mirip kera, agak mirip dengan wajah Australopithecus.”
J. E. Cronin, menyatakan, “… wajahnya yang dikonstruksi kelihatan kokoh, naso-alveolar clivus yang agak datar (mengarah wajah cembung Australopithecus), lebar maksimum tengkorak yang rendah (pada bagian temporal), gigi taring yang kuat dan geraham yang besar (seperti yang ditunjukkan oleh sisa akarnya), seluruhnya merupakan sifat-sifat yang relatif primitif, yang menghubungkan spesimen tersebut dengan kelompok A. africanus.
Prof. Alan Walker bersikeras bahwa makhluk hidup ini seharusnya tidak dikelompokkan sebagai homo atau spesies manusia seperti Homo habilis atau Homo rudolfensis, tetapi harus dimasukkan ke dalam spesies Australopithecus. Jadi, pengelompokkan seperti Homo habilis atau Homo rudolfensis yang dikatakan sebagai bentuk transisi antara Australopithecus dengan Homo erectus sepenuhnya hanyalah rekaan. Sebagaimana dikuatkan oleh banyak peneliti masa kini, makhluk-makhluk hidup ini adalah anggota Australopithecus. Seluruh ciri anatolis memperlihatkan bahwa mereka adalah spesies kera. Setelah makhluk-makhluk ini, yang ternyata semuanya spesies kera, kemudian muncul fosil-fosil homo yang merupakan fosil-fosil manusia.



Homo Erectus dan Setelahnya: Manusia

Homo erectus dikatakan sebagai spesies manusia paling primitif. Kata erect berarti tegak, maka Homo erectus berarti manusia yang berjalan tegak. Evolusionis harus memisahkan manusia-manusia ini dari yang sebelumnya dengan menambahkan ciri “tegak”, sebab semua fosil Homo erectus bertubuh tegak, tidak seperti spesimen Australopithecus atau Homo habilis. Jadi, tidak terdapat perbedaan antara kerangka manusia modern dan Homo erectus. Alasan utama evolusionis mendefinisikan Homo erectus sebagai “primitif” adalah ukuran tengkoraknya (900-1100 cc) yang lebih kecil dari rata-rata manusia modern, dan tonjolan alisnya yang lebih tebal. Namun, banyak manusia yang hidup di dunia sekarang memiliki volume tengkorak sama dengan Homo erectus (misalnya suku Pigmi) dan ada beberapa ras yang memiliki alis menonjol (seperti suku Aborogin Australia).
Fosil yang telah menjadikan Homo erectus terkenal di dunia adalah fosil Manusia Peking dan Manusia Jawa yang ditemukan di Asia. Akan tetapi, akhirnya diketahui bahwa dua fosil ini tidak bisa diandalkan. Manusia Peking terdiri dari beberapa bagian yang terbuat dari plester untuk menggantikan bagian asli yang hilang. Sedangkan Manusia Jawa tersusun dari fragmen-fragmen tengkorak, ditambah dengan tulang panggul yang ditemukan beberapa meter darinya, tanpa indikasi bahwa tulang-tulang tersebut berasal dari satu makhluk hidup yang sama. Itu sebabnya fosil Homo erectus yang ditemukan di Afrika menjadi lebih penting. (Perlu diketahui pula bahwa sejumlah fosil yang dikatakan sebagai Homo erectus, oleh sebagian evolusionis dimasukkan ke dalam kelompok kedua yang diberi nama Homo ergaster. Ada perbedaan pendapat di antara mereka tentang masalah ini. Kita menganggap semua fosil ini termasuk kelompok Homo erectus).
Spesimen Homo erectus paling terkenal dari Afrika adalah fosil Narikotome Homo erectus atau Anak Lelaki Turkana, yang ditemukan dekat Danau Turkana, Kenya. Dipastikan bahwa fosil tersebut milik seorang anak laki-laki berusia 12 tahun, yang mungkin akan mencapai tinggi dewasa 1,83 meter. Struktur kerangka yang tegak dari fosil tidak berbeda dengan manusia modern. Mengenai ini, seorang ahli paleoantropologi Amerika, alan Walker, meragukan kemampuan ahli patologi kebanyakan untuk membedakan kerangka fosil tersebut dengan kerangka manusia modern. Tentang tengkorak tersebut, Walker mengatakan, Tengkorak itu tampak sangat mirip dengan Neandertal. Neandertal adalah ras manusia modern. Jadi, Homo erctus adalah ras manusia modern juga.
Di lain pihak, terdapat jurang pemisah yang lebar antara Homo erectus, suatu ras manusia, dan kera yang mendahului Homo erectus dalam skenario evolusi manusia (Australopithecus, Homo habilis, Homo rudolfensis). Ini berarti bahwa manusia pertama muncul secara tiba-tiba dalam catatan fosil dan tanpa sejarah evolusi apa pun. Hal ini sudah cukup jelas mengindikasikan bahwa mereka diciptakan.
Akan tetapi, pengakuan atas fakta ini akan sangat bertentangan dengan filsafat dogmatis dan ideologi evolusionis. Karenanya, mereka mencoba menggambarkan Homo erectus, ras manusia sesungguhnya, sebagai makhluk separo kera. Pada rekostruksi Homo erectus, evolusionis berkeras menggambarkan ciri-ciri kera. Sebaliknya, dengan metode penggambaran yang sama, mereka memanusiakan kera seperti Australopithecus atau Homo habilis. Dengan cara ini, mereka berupaya mendekatkan kera dan manusia, dan menutup celah antara dua kelompok makhluk hidup yang berbeda ini.

Neandertal

Neandertal adalah manusia yang tiba-tiba muncul 100 ribu tahun lalu di Eropa dan kemudian menghilang atau terasimilasi melalui pembauran dengan ras-ras lain secara diam-diam namun cepat, 35 ribu tahun lalu. Perbedaan antara mereka dengan manusia modern hanyalah kerangka tubuh yang lebih kekar dan kapasitas tengkorak mereka sedikit lebih besar.
Neandertal adalah ras manusia, dan kenyataan ini sekarang diakui oleh hampir semua orang. Evolusionis telah berusaha keras menampilkan mereka sebagai spesies primitif, namun semua temuan menunjukkan bahwa Neandertal tidak berbeda dengan orang berperawakan kekar yang lewat di jalan saat ini. Seorang pakar dalam hal ini, Erik Trinkaus, ahli paleoantropologi dari Universitas New Mexico menulis, Perbandingan anatomis terperinci antara sisa-sisa kerangka Neandertal dengan kerangka manusia modern tidak menunjukkan dengan pasti bahwa kemampuan lokomotif, manipulatif, intelektual, atau bahasa Neandertal lebih rendah dari manusia modern.
Banyak peneliti modern menggolongkan manusia Neandertal sebagai suatu subspesies dari manusia modern dan menamakannya Homo sapiens neandertslensisi. Temuan-temuan membuktikan bahwa Neandertal mengubur mayat kerabat mereka, membuat alat musik, dan memiliki hubungan kebudayaan dengan Homo sapiens yang hidup seperiode. Tegasnya, Neandertal adalah ras manusia bertubuh kekar yang menghilang seiring perjalanan masa.


Homo Sapiens Kuno, Homo Heilderbergensis dan Manusia Cro-Magnon

Dalam skema evolusi rekaan, Homo sapiens kuno adalah tahapan terakhir sebelum manusia modern. Pada kenyataannya, evolusionis tidak dapat berkata banyak tentang manusia ini karena hanya ada sedikit perbedaan antara mereka dengan manusia modern. Sejumlah peneliti bahkan mengatakan bahwa representasi ras ini masih hidup hingga sekarang, dan merujuk kepada orang Aborigin di Australia sebagai contoh. Seperti Homo sapiens, orang Aborigin juga memiliki alis tebal yang menonjol, struktur rahang miring ke dalam dan kapasitas tengkorak sedikit lebih kecil. Di samping itu, sejumlah penemuan penting mengisyaratkan bahwa manusia semacam itu pernah hidup di Hongaria dan di beberapa desa di Italia hingga beberapa waktu lalu.
Kelompok yang disebut sebagai Homo heilderbergensis dalam literatur evolusionis ternyata sama dengan Homo sapiens kuno. Dua istilah berbeda ini digunakan untuk mendefinisikan ras manusia yang sama, karena perbedaan konsep di kalangan evolusionis. Semua fosil yang termasuk dalam golongan Homo heilderbergensis menunjukkan bahwa kelompok manusia yang secara anatomis sangat mirip dengan orang Eropa modern telah hidup 500 ribu dan bahkan 700 ribu tahun sebelumnya, pertama di Inggris dan kemudian Spanyol.
Diperkirakan manusia Cro-Magnon hidup 30.000 tahun lalu. Manusia ini memiliki tengkorak berbentuk kubah dan dahi yang lebar. Kapasitas tengkoraknya 1.600 cc, di atas rata-rata untuk manusia modern. Tengkoraknya memiliki tonjolan alis yang tebal dan tonjolan tulang di bagian belakang yang merupakan ciri manusia Neandertal dan Homo erectus.
Kendati Cro-Magnon dianggap suatu ras Eropa, struktur dan voleme tengkoraknya tampak lebih mirip tengkorak ras-ras yang hidup di Afrika dan daerah tropis saat ini. Berdasarkan ini, Cro-Magnon diperkirakan sebagai suatu ras Afrika kuno. Sejumlah temuan paleoantropologi telah menunjukkan bahwa ras Cro-Magnon dan Neandertal saling membaur, kemudian mengawali ras-ras dewasa ini. Sekarang sudah diakui bahwa representasi dari ras Cro-Magnon masih hidup di beberapa wilayah di benua Afrika, dan di daerah Salute dan Dordogne di Prancis. Kelompok manusia berkarakteristik sama juga hidup di Polandia dan Hongaria.



Hidup Sezaman dengan Nenek Moyang

Kajian kita sejauh ini membentuk sebah gambaran jelas: skenario evolusi manusia hanyalah fiksi. Agar silsilah seperti itu ada, evolusi bertahap dari kera hingga menusia seharusnya sudah terjadi dan catatan fosil dari proses ini seharusnya telah ditemukan. Akan tetapi, ada jarak pemisah sangat lebar antara kera dan manusia. Struktur kerangka, kapasitas tempurung kepala, dan kriteria lain, seperti berjalan tegak atau sangat membungkuk, membedakan manusia dari kera. (Dari hasil riset tahun 1994 tentang saluran keseimbangan pada telinga bagian tengah, Australopithecus dan Homo habilis dikelompokkan sebagai kera, sedangkan Homo erectus dikelompokkan sebagai manusia).
Satu lagi temuan penting yang membuktikan bahwa tidak mungkin ada silsilah keluarga di antara spesies yang berbeda-beda ini adalah spesies yang ditampilkan sebagai nenek moyang dan penerusnya ternyata hidup bersamaan. Jika anggapan evolusionis benar bahwa Australopithecus berubah menjadi Homo habilis dan kemudian berubah menjadi Homo erectus, maka seharusnya mereka hidup pada era yang berurutan. Akan tetapi, tidak ada urutan kronologis seperti itu.
Menurut perkiraan evolusionis, Australopithecus hidup dari 4 juta tahun lalu, sedangkan makhluk hidup yang digolongkan Homo habilis diduga hidup hingga 1,9-1,7 juta tahun lalu. Homo rudolfensis, yang dianggap lebih maju daripada Homo habilis, diketahui berusia sekitar 2,8-2,5 juta tahun. Dengan kata lain, Homo rudolfensis hampir 1 juta tahun lebih tua dari Homo habilis, sang nenek moyang. Di lain pihak, periode Homo erectus adalah sekitar 1,8-1,6 juta tahun lalu. Artinya, spesies Homo erectus muncul di bumi pada selang waktu sama dengan Homo habilis, yang disebut sebagai nenek moyangnya.
Alan Walker memperkuat fakta ini dengan menyatakan, “Terdapat bukti dari Afrika Timur tentang sejumlah kecil Australopithecus yang bertahan hidup sezaman dengan H. habilis, lalu dengan H. erectus.” Louis Leakey pun telah menemukan fosil-fosil Australopithecus, Homo habilis, dan Homo erectus yang berdekatan satu sama lain di wilayah celah Olduvai, lapisan Bed II. Jadi, pastilah tidak ada silsilah kekerabatan seperti itu. Ahli paleontologi dari Universitas Harvard, Stephen Jay Gould, menjelaskan jalan buntu bagi evolusi ini meskipun ia sendiri seorang evolusionis: “Apa jadinya dengan urutan yang kita susun, jika ada tiga keturunan hominid hidup bersama (A. africanus, A. robustus, dan H. habilis), dan tidak satu pun dari mereka menjadi keturunan dari yang lain? Di samping itu, tidak satu pun dari ketiganya memperlihatkan kecenderungan evolusi semasa mereka hidup di bumi.
Jika kita beralih dari Homo erectus ke Homo sapiens, kita kembali melihat bahwa tidak ada silsilah untuk dibicarakan. Ada bukti yang menunjukkan bahwa Homo erectus dan Homo sapiens kuno hidup hingga 27.000 tahun dan bahkan 10.000 tahun sebelum masa kita. Dalam rawa Kow di Australia, tengkirak Homo erectus berusia sekitar 13.000 tahun telah ditemukan. Di pulau Jawa, sebuah tengkorak Homo erectus yang ditemukan berumur sekitar 27.000 tahun.


Kebuntuan Bipedalisme bagi Evolusi

Terlepas dari catatan fosil yang kita diskusikan, lebarnya jarak perbedaan anatomis antara manusia dan kera juga menggugurkan cerita rekaan evolusi manusia. Salah satu perbedaan ini berhubungan dengan cara berjalan. Manusia berjalan tegak dengan kedua kakinya. Suatu cara bergerak yang sangat unik dan tidak didapati pada spesies-spesies lain. Sebagian hewan memang memiliki kemampuan terbatas untuk bergerak sembari berdiri dengan kedua kaki belakangnya. Hewan seperti beruang dan monyet terkadang bergerak seperti ini ketika hendak menggapai makanan, dan hanya selama beberapa saat. Normalnya, kerangka mereka condong ke depan dan mereka berjalan dengan empat kaki.
Penelitian telah menunjukkan bahwa evolusi bipedalisme tidak pernah dan tidak mungkin terjadi. Pertama, cara berjalan bipedal bukan suatu keuntungan. Cara monyet bergerak lebih mudah, lebih cepat dan lebih efisien daripada cara berjalan bipedal manusia. Manusia tidak dapat meloncat dari satu pohon ke pohon lain tanpa menyentuh tanah seperi simpanse, atau berlari dengan kecepatan 125 km/jam seperti cheetah. Sebaliknya, karena menusia berjalan dengan kedua kakinya, ia bergerak jauh lebih lambat di atas tanah. Untuk alasan yang sama, manusia adalah salah satu spesies yang paling tidak terlindung di alam, jika ditinjau dari gerakan dan pertahanan. Menurut logika evolusi, monyet seharusnya tidak berevolusi mengambil cara berjalan bipedal. Sebaliknya, manusialah yang seharusnya berevolusi menjadi kuadripedal.
Kebutuhan lain dari klaim evolusi adalah bahwa cara berjalan bipedal tidak sesuai dengan model perkembangan bertahap Darwinisme. Model ini, yang menjadi dasar evolusi, mengharuskan adanya suatu cara berjalan gabungan antara cara berjalan bipedal dan kuadripedal. Tetapi, penelitian komputer yang dilakukan Robin Crompton, seorang ahli paleoantropologi Inggris pada tahun 1966 menunjukkan bahwa gabungan ini mustahil terjadi. Crmpton mencapai kesimpulan berikut ini: “Makhluk hidup hanya dapat berjalan tegak, atau dengan keempat kakinya. Cara berjalan setengah-setengah antara bipedal dan kuadripedal sangat menguras energi. Itu sebabnya tidak mungkin ada makhluk setengah bipedal.”
Jarak yang terlalu jauh antara manusia dan kera tidak hanya meliputi bipedalisme. Masih banyak hal lain yang tidak dapat diterangkan seperti kapasitas tengkorak, kemampuan berbicara, dan sebagainya. Elaine Morgan, seorang ahli paleoatropologi evolusionis, mengakuinya: “Empat mistri yang paling membingungkan tentang manusia adalah:
  1. Mengapa mereka berjalan dengan dua kaki?
  2. Mengapa mereka kehilangan seluruh bulu?
  3. Mengapa mereka mengembangkan otak yang besar?
  4. Mengapa mereka belajar berbicara?

Jawaban ortodoks untuk pertanyaan-pertanyaan ini adalah: (1) kita belum tahu; (2) kita belum tahu; (3) kita belum tahu;(4) kita belum tahu. Daftar pertanyaan bisa bertambah panjang tanpa mengubah kemonotonan jawaban.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar