Jumat, 10 Februari 2012

Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia




Kelompok  4_XII NS 7
  1. Anggie Ardina P         (02)
  2. Dhini Aulia Phasa       (09)
  3. I Made Putra Raditha (19)
  4. Yuliana Prima Etika    (32)


Sistem pemerintahan negara berarti susunan yang teratur dari prinsip-prinsip yang melandasi berbagai kegiatan atau hubungan-hubungan kerja antara lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif dalam menyelenggarakan pemerintahan suatu negara.
Sistem pemerintahan Negara Indonesia adalah sistem presidensial, yaitu sistem atau keseluruhan prinsip penataan hubungan kerja antarlembaga negara melalui pemisahan kekuasaan negara, dimana presiden memainkan peran kunci dalam pengelolaan kekuasaan eksekutif.
Sistem pemerintahan Negara Indonesia adalah sistem presidensial. Hal ini dapat kita pahami pada UUD 1945,
’Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar’ (pasal 4 ayat 1)’
’Presiden dibantu oleh menteri negara’ (pasal 17 ayat 1)
’Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden’ (Pasal 17 ayat 2)
’Setiap Menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan’ (pasal 17 ayat 3)
’Pembentukan, pengubahan dan pembubaran kementerian negara diatur dalam undang-undang’ (Pasal 17 ayat 4)
Dalam sistem presidensial, kabinet bertanggung jawab kepada presiden, yang selain berfungsi sebagai kepala negara yang juga berperan sebagai kepala pemerintahan.
Sistem permerintahan  presidensial telah berlaku di Indonesia sejak awal kemerdekaan sesuai dengan ketentuaan UUD 1945. Namun, praktik politik waktu itu mengubah sistem pemerintahan presidensial menjadi sistem pemerintahan parlementer. Setelah sistem parlementer dianggap tidak cocok dengan bangsa Indonesia, maka Indonesia kembali menerapkan sistem pemerintahan presidensial.

a.            Sistem pemerintahan pada awal kemerdekaan
Sesuai ketentuan UUD 1945, sistem pemerintahan yang dianut oleh Indonesia pada awal kemerdekaan adalah system presidensial. Mengingat pada waktu itu baik wakil presiden, menteri-menteri maupun Komiye Nasional hanyalah pembantu presiden, maka tepatlah kalau presiden pada waktu itu disebut sebagai Penguasa Tertinggi Tunggal. Cara-cara pemerintahan diktator pun sering menjadi panorama umum. Akibatnya, meski menurut UUD 1945 bangsa Indonesia menganut sistem presidensial, dalam kenyataanya, kita menganut sistem yang terpusat secara mutlak.
Namun pada tanggal 14 November 1945 terjadi perubahan dengan keluarnya maklumat presiden yang menyatakan bahwa tanggung jawab pemerintahan ada di tangan para menteri. Pengalihan tersebut, menunjukan adanya penggantian sistem pemerintahan. Sebab, dengan itu presiden tidak lagi berfungsi sebagai kepala pemerintahan melainkan hanya sebagai kepala Negara.
b.            Sistem pemerintahan pada masa berlakunya Konstitusi RIS
Menurut Konstitusi RIS, presiden adalah kepala negara. Tanggung jawab pemerintahan sepenuhnya berada di tangan perdana menteri dan para menteri kabinet. Penanggungjawab seluruh kebijakan pemerintah adalah para menteri, baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri. Jadi, kabinet bertanggung jaawab kepada parlemen, konsekuensinya, kabinet dapat dijatuhkan oleh parlemen jika kebijakannya tidak disetujui parlemen.
c.             Sistem pemerintahan pada masa berlakunya UUDS 1950
Sama seperti Konstitusi RIS, UUDS 1950 juga menganut sistem pemerintahan parlementer. Menurut UUDS 1950 presiden berfungsi sebagai kepala negara. Meski presiden merupakan bagian dari pemerintah, tanggung jawab pemerintahan berada di tangan perdana menteri bersama para menterinya. Karena  yang dianut adalah sistem parlementer, presiden dan wakil presiden tidak boleh diganggu-gugat. Penganggungjawab tindakan pemerintah adalah menteri-menteri, secara bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri.
d.            Sistem pemerintahan pada masa demokrasi Terpimpin
Melalui dekrit presiden 5 Juli 1959, pemerintah memberlakukan kembali UUD 1945. Itu berarti bahwa sejak itu sistem pemerintahan yang harus dijalankan adalah sistem pemerintahan persidensial berdasarkan UUD 1945. Sebagai bagian dari pelaksanaan sistem demokrasi terpimpin, pelaksanaan sistem pemerintahan presidensial kala itu juga mengalami penyimpangan dari kerangka yang telah ditetapkan dalam UUD 1945. Hal ini disebabkan karena prinsip pemisahan kekuasaan negara dan sistem check and balances yang menjadi pilar utama sistem pemerintahan presidensial telah diabaikan. Walaupun demikian, perlu pula dicatat bahwa ada beberapa keberhasilan yang dicapai oleh pemerintah selama masa demokrasi terpimpin.
e.             Sistem pemerintahan pada masa Orde Baru
Pada masa orde baru, sistem pemerintahan yang digunakan adalah sistem presidensial sampai berakhirnya pemerintahan Orde baru yang otoriter karena gerakan mahasiswa yang mendesak Presiden Seoharto turun dari jabatannya. Kini kita tengah memasuki era pelaksanaan sistem pemerintahan presidensial berdasarkan UUD 1945 yang sudah diamandemen.


1.            Pembagian Kekuasaan Negara menurut UUD 1945

  1. Setelah mengalami perubahan selama 4 kali berturut-turut (tahun 1999-2002), lembaga negara yang ada di Indonesia mengalami pengurangan sekaligus juga penambahan.
Lembaga negara yang dihapus adalah Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Sementara itu, MPR melalui amandemen UUD 1945 juga membentuk 2 lembaga negara tingkat pusat yang baru, yaitu Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Mahkamah Konstitusi (MK). Selain itu, ada juga lembaga lain yang disebut Komisi Yudisial (KY).
  1. Sesuai prinsip sistem pemerintahan presidensial, terdapat larangan rangkap jabatan di antara para pejabat lembaga negara tingkat pusat.
  2. MPR kini tidak lagi berkedudukan sebagai pelaksana sepenuhya kedahulatan rakyat.
Kini, MPR RI tinggal mempunyai 4 kekuasaan; a) Mengubah Undang-Undang Dasar; b) Menetapkan Undang-Undang Dasar; c) Melantik Presiden dan Wakil Presiden hasil pilihan rakyat; d) Memberhentikan Presiden dan atau Wakil Presiden.
  1. DPR telah dikukuhkan kedudukannya sebagai lembaga pembuat undang-undang.
DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar, DPR mempunyai hak budget, hak inisiatif, hak amandemen, hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.
  1. Selain DPR ada lembaga perwakilan daerah, dalam bentuk Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Anggota DPD dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum yang jumlah seluruhya tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota DPR. DPD bersidang sedikitnya sekali dalam setahun dan susunan serta kedudukan serta kedudukannya diatur dengan undng-undang.
  1. Persiden tidak lagi menjadi lembaga pemegang ”kekuasaan membuat undng-undang”; kekuasaan itu kini dialihkan kepada DPR. Presiden lebih sebagai pemegang kekuasaan eksekutif.
Dalam hal mengangkat dan menerima penempatan duta, presiden memperhatikan pertimbangan DPR.  Dalam memberi grasi dan rehabilitasi (dua hal yang menyangkut persoalan hukum), presiden memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung; sedangkan dalam memberi amesti dan abolisi (dua hal yang menyangkut masalah politik), presiden harus memperhatikan pertimbangan DPR. Dalam pemberian gelar, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan oleh persiden harus diatur dengan Undang-Undang.
  1. Kedudukan Mahkamah Agung sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman yang merdeka.
MA berwenang untuk: a) mengadili pada tingkat kasasi; b) menguji peraturan perundang-undangan  dubawah undang-undang terhadap undang-undang; dan c) melaksanakan wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.
Calon Hakim Agung diusulkan Komisi Yudisial kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapakan untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai Hakim Agung olah Presiden. Sedangkan Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh Hakim Agung.
  1. Keberadaan Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman.
Mahkamah Konstitusi berwenang untuk: a) mengadili pada tingkat pertama dan terakhir (yang putusannya bersifat final) untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar; b) memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUD; c) memutus pembubaran partai politik; d) memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Selain itu, Mahkamah Konstitusi juga wajib memberikan keputusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan atau Wakil Presiden.
  1. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah lembaga yang bebas dan mandiri dengan tugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara.
Anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memerhatikan pertimbangan DPD dan diresmikan oleh Presiden.


2.            Sistem Checks and Balances menurut UUD 1945

Undang-Undang Dasar 1945 juga mengatur sistem checks and balances antara lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Checks and Balances tersebut secara ringkas dapat digambarkan sebagai berikut.
SISTEM CHECKS AND BALANCES
MENURUT UUD 1945
LEGISLATIF
EKSEKUTIF
YUDIKATIF
v  MPR memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden
v  DPR mengawasi Presiden dengan hak angket, hak interpelasi, hak budget, dan lain-lain
v  DPR dapat menyetujui/menolak perjanjian internasional
v  DPR memberi pertimbangan dalam pengangkatan duta, dan memberi amnesti dan abolisi
v  DPR memberi persetujuan tentang pencalonan Hakim Agung dan memilih 3 calon Hakim Konstitusi
v  Presiden mengangkat Hakim Agung
v  Presiden memilih 3 Hakim Konstitusi
v  Mahkamah Agung berhak me-review peraturan pemerintah dan lain-lain
v  Mahkamah Konstitusi memutuskan apakah Presiden/Wakil Presiden bersalah
v  Mahkamah Konstitusi berhak me-review undang-undang

Hak untuk melakukan review (disebut juga hak untuk melakukan judical review), yaitu menentukan apakah isi sebuah peraturan perundang-undangan (undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, dan lain-lain) sesuai atau tidak dengan peraturan perundang-undangan yang ada di atasnya. Karena yang diuji adalah isi/materi suatu peraturan perundang-undangan, hak ini sering juga disebut hak uji material.
Lembaga penjaga Undang-Undang Dasar umumnya memiliki hak menguji secara material undang-undang, yaitu menguji apakah isi suatu undang-undang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar atau tidak. Fungsi pokok lembaga itu adalah menjaga agar ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Dasar tidak disimpangi oleh para pembentuk peraturan perundang-undangan lainnya. Dalam sistem ketatanegaraan RI, hak semacam ini hanya dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi, bukan Mahkamah Agung.
Mahkamah Agung hanya mempunyai kewenangan untuk menetapkan sah atau tidaknya suatu peraturan di bawah undang-undang dengan alasan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi derajatnya. Dengan kata lain, Mahkamah Agung hanya mempunyai hak uji material terbatas terhadap peraturan perundang-undangan, yaitu peraturan perundang-undangan yang lebih rendah derajatnya dari undang-undang.
Tampak bahwa kini telah dicoba untuk menyeimbangkan kekuasaan antarlembaga negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar