Kondisi kesetimbangan untuk sembarang sistem yaitu bahwa potensial kimia
dari tiap konstituen pada seluruh sistem harus sama. Bila ada beberapa
fase dari tiap konstituen, maka potensial kimia setiap konstituen pada
tiap fase harus mempunyai nilai yang sama. Suatu larutan dikatakan ideal
jika larutan tersebut mengikuti Hukum Roult pada seluruh kisaran
komposisi dari sistem tersebut. Hukum Roult dalam bentuknya yang lebih
umum didefinisikan sebagai fugasitasnya dalam larutan yang sama dengan
hasil kali dari fugasitasnya dalam keadaan murni pada temperatur dan
tekanan yang sama serta fraksi molnya dalam larutan tersebut, yakni :
f1 = x1 . f1o ...(2.1)
Sedangkan hubungan antara tekanan parsial dan komposisinya dalam larutan merupakan pendekatan dalam hal larutan yang mempunyai komponen tekanan parsial kecil.
ρ 1 = x1 . ρ1o ...(2.2)
f1 = x1 . f1o ...(2.1)
Sedangkan hubungan antara tekanan parsial dan komposisinya dalam larutan merupakan pendekatan dalam hal larutan yang mempunyai komponen tekanan parsial kecil.
ρ 1 = x1 . ρ1o ...(2.2)
(Dogra, 1990)
Jika suatu komponen (pelarut) mendekati murni, komponen itu berperilaku
sesuai dengan Hukum Roult dan mempunyai tekanan uap yang sebanding
dengan fraksi mol. Beberapa larutan menyimpang jauh dari Hukum Roult.
Walaupun demikian, dalam hal ini hukum itu semakin dipatuhi jika
komponennya berlebih (sebagai pelarut) sehingga mendekati kemurnian.
Bisa dikatakan, bahwa hukum ini menerangkan pendekatan yang baik untuk
pelarut selama larutan ini encer
(Atkins, 1994)
Dalam larutan ideal, semua komponen (pelarut dan zat terlarut) mengikuti
Hukum Roult pada seluruh selang konsentrasi. Dalam semua larutan encer
yang tak mempunyai interaksi kimia di antara komponen-komponennya, Hukum
Roult berlaku bagi pelarut, baik ideal maupun tak ideal. Tetapi Hukum
Roult tak berlaku pada zat terlarut pada larutan tak ideal encer.
Perbedaan ini bersumber pada kenyataan : molekul-molekul pelarut yang
luar biasa banyaknya. Hal ini menyebabkan lingkungan molekul terlarut
sangat berbeda dalam lingkungan pelarut murni. Zat terlarut dalam
larutan tak ideal encer mengikuti Hukum Henry, bukan Hukum Roult
(Petrucci, 1992)
Bila dua cairan bercampur maka ruang diatasnya berisi uap kedua cairan
tersebut. Tekanan uap jenuh masing-masing komponen (P1) diruang itu
lebih kecil dari pada tekanan uap jenuh cairan murni (P1o), karena
permukaan larutan diisi oleh dua jenis zat sehingga peluang tiap
komponen untuk menguap berkurang. Peluang itu setara dengan fraksi
molnya masing-masing (x1).
(Syukri, 1999)
Bila seluruh larutan biner diuapkan secara parsial, komponen yang
mempunyai tekanan uap lebih tinggi akan terkonsentrasi pada fase uapnya,
hingga terjadi perbedaan komposisi antara cairan dengan uap yang
setimbang. Uap tersebut dapat diembunkan sebagai kondensat. Uap yang
diperoleh dengan menguapkan secara parsial kondensat itu akan mempunyai
komposisi yang lebih kaya lagi akan komponen yang mudah menguap.
(Alberty, 1987 )
Jika kita menghendaki komposisi uap yang dalam kesetimbangan dengan
campuran air, tidak cukup bila kita hanya mengetahui sifat-sifat
campuran cair pada komposisi seperti itu saja; sekarang kita juga harus
mengetahui sampai sejauh mana sifat-sifat itu (khususnya energi Gibbs)
bergantung pada komposisi. Pengaruh temperatur yang pokok pada
kesetimbangan uap-cair terdapat dalam tekanan uap komponen murni atau
lebih tepatnya dalam fugasitas zat cair komponen murni. Sementara
koefisien aktivitas bergantung pada temperatur sebagaimana halnya
komposisi, ketergantungan itu biasanya kecil bila dibandingkan dengan
ketergantungan tekanan uap zat cair murni pada temperatur. Dalam suatu
campuran, kenaikan temperature 10oC meningkatkan tekanan uap zat cair
sebesar 1,5 - 2 kali. Oleh karena itu, kecuali pada perubahan temperatur
yang besar sering lebih mudah bila pengaruh temperatur terhadap gE
diabaikan saja ketika menghitung kesetimbangan uap-cair.
(Reid, 1990)
Pada suhu-suhu rendah yang terdapat adalah fase cair. Begitu suhu
dinaikkan, fase uap mulai muncul kemudian jumlahnya secara relatif
bertambah dan akhirnya menghilang kembali. Akan tetapi perilaku yang
lebih menakjubkan lagi adalah bila tekanan dinaikkan pada suhu tetap
sedikit di atas suhu kritis C bagi komposisi yang bersangkutan. Demikian
tekanan dinaikkan, pengembunan mulai terjadi dan masih akan berlanjut
bila tekanan dinaikkan sedikit lagi, tetapi penambahan tekanan lebih
lanjut akan mengakibatkan cairan mulai menguap kembali dan cairan akan
menghilang bila tekanan dinaikkan. Fraksi mol suatu komponen di dalam
fase uap larutan mengikuti Hukum Roult, tekanan parsial komponennya
dapat dihitung. Dan fraksi mol suatu komponen dalam fase uap dapat
dihitung dengan menggunakan :
x1 uap = = = ...(2.3)
x1 uap = = = ...(2.3)
(Alberty, 1987)
Transisi fase terjadi pada temperatur tertentu untuk suatu tekanan
tertentu. Jadi, pada tekanan 1 bar, es adalah stabil dan cair dibawah
00C, tetapi diatas 00C air cair lebih stabil itu menunjukkan bahwa
dibawah 00C potensial kimia es lebih rendah dibandingkan potensial kimia
cairan. Sehingga μ_((s)) > μ_((i)) dan diatas 00C μ_((s)) <
μ_((i)). Temperatur transisi adalah temperatur dimana kedua potensial
kimia bertemu μ_((s)) = μ_((i)). Walaupun demikian, kita harus selalu
membedakan antara termodinamika transisi fase dan lajunya, dan transisi
fase yang diramalkan karena termodinamika dapat berlangsung terlalu
lambat untuk mempunyai arti dalam praktikum.
(Oxtoby, 2001)
Diagram fase suatu zat memperlihatkan daerah-daerah tekanan dan
temperatur dimana berbagai fase bersifat stabil secara termodinamis.
Batas-batas antara daerah-daerah itu, yaitu batas-batas fase
memperlihatkan nilai P dan T dimana dua fase berada dalam kesetimbangan.
Jika suatu komponen pelarut mendekati murni, komponen itu berperilaku
sesuai dengan hukum Roult dan mempunyai tekanan uap yang sebanding
dengan fraksi mol. Beberapa larutan menyimpang jauh dari hukum Roult.
Walaupun demikian, dalam hal ini hukum itu semakin dipatuhi jika
komponen berlebihan (sebagai pelarut) sehingga mendekati kemurnian. Bisa
dikatakan bahwa hukum Roult ini menerangkan pendekatan yang baik untuk
pelarut selama larutan itu encer. Kimia memberi notasi kuantitatif yang
berhubungan dengan zat murni dengan superskrip, sehingga potensial kimia
campuran A adalah μA, karena tekanan uap cairan murni pada
kesetimbangan kedua potensial kimiawi sama besar, sehingga keduanya
dapat dieliminasi.
(Atkins, 1999)
Daftar Pustaka
Alberty, A. R.. 1987. Kimia Fisika, edisi kelima, jilid I. Jakarta: Erlangga
Atkins, P.W. 1994. Kimia Fisik Edisi ke-4 jilid I. Jakarta: Erlangga
Atkins, P.W.. 1999. Kimia Fisika Edisi kedua. Jakarta: Erlangga
Dogra, SK dan S. Dogra. 1990. Kimia Fisik dan Soal-soal. Jakarta : Universitas Indonesia
Oxtoby,D.W., Gillis,H.P., Nachtrieb,N.H. 2001. Prinsip- prinsip Kimia Modern. Edisi ke-4. Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Petrucci, R.H. 1992. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Edisi Keempat Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Reid, Robert . C . 1990. Sifat Gas dan Zat Cair . Jakarta: PT Gramedia.
Reid, Robert . C . 1990. Sifat Gas dan Zat Cair . Jakarta: PT Gramedia.
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar 1. Bandung: ITB Press
Excellent article! We will be linking to this great article on our site.
BalasHapusKeep up the good writing.
Feel free to visit my webpage - internetowy sklep ze zlewozmywakami
Thanks to visit my blog..
Hapusenjoy it..
thanks for helping me solve my problem by posting this article. keep up the good work :D
BalasHapusYou're welcome.
HapusThanks for visited my blog.
it's helpful.thanks
BalasHapusplease correct the word of "dasar teori". especially at "x1 uap===" and also next word, such as "Sehingga μ_((s)) > μ_((i)) dan diatas 00C μ_((s)) < μ_((i))". I hope you read this comment. Thx.
BalasHapusmembantu banget untuk belajar aku kak
BalasHapusElever Media Indonesia